CNews ,Deli Serdang, 13 Juli 2025 — Masyarakat Kabupaten Deli Serdang menuntut pencopotan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Deli Serdang setelah ketidakhadirannya dalam inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT Bumi Karyatama Raharja (Bukaka), sebuah perusahaan asing (PMA) yang tergabung dalam Taiko Group.
Perusahaan yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan, Dusun I Pauh, Kelumpang, ini diketahui memproduksi Bleaching Earth, yakni bahan penyerap (adsorben) berbasis tanah liat yang digunakan dalam proses penjernihan minyak kelapa sawit. Namun, limbah padat yang dihasilkan — dikenal sebagai Spent Bleaching Earth (SBE) — termasuk dalam kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai PP No. 101/2014, kode B413.
Dugaan Pencemaran dan Pembiaran DLH
Pada 21 Juni 2025, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang melakukan sidak ke Kecamatan Hamparan Perak berdasarkan laporan masyarakat yang menduga PT Bukaka mencemari lingkungan. Dalam surat edaran resmi bernomor 100.3.12/1293, tiga instansi terkait — DLH, Dinas Cipta Karya (CIKATARU), dan DPMPTSP — diminta langsung meninjau lokasi.
Namun, Kepala DLH Deli Serdang justru tidak hadir dan hanya mengutus beberapa staf. Ketidakhadirannya memicu kemarahan masyarakat yang menilai pejabat tersebut tidak profesional, abai terhadap perintah Bupati, serta berpotensi melindungi kepentingan perusahaan.
“Kalau memang DLH serius ingin menjaga lingkungan, seharusnya Kepala Dinas turun langsung, bukan hanya mengirimkan utusan yang tidak memahami duduk persoalan,” kata salah satu tokoh masyarakat Kelumpang yang enggan disebut namanya.
DLH beralasan bahwa pengawasan terhadap PT Bukaka berada di bawah kewenangan Direktorat Gakkum KLHK pusat. Namun, publik menilai alasan itu justru mengindikasikan penghindaran tanggung jawab daerah.
Dugaan Upeti dan Jual Beli Izin Andal/UKL-UPL
Tak hanya itu, hasil penelusuran media di kawasan industri Kim Star Deli Serdang menemukan dugaan praktik pemungutan liar (pungli) dalam proses penyusunan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), UKL/UPL, serta izin-izin lainnya. Diduga, setiap perusahaan dibebani biaya hingga Rp6 juta per dokumen, tanpa kejelasan legalitas atau transparansi mekanisme.
Lebih mengkhawatirkan, pengurusan dokumen tersebut diduga ditangani oleh tenaga honorer yang tidak berkompeten di bawah kendali DLH Deli Serdang. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah ini merupakan bagian dari kebijakan resmi Bupati, atau justru program terselubung dari oknum di DLH?
Mendesak Evaluasi Total DLH Deli Serdang
Dengan berbagai dugaan mulai dari pembiaran pencemaran lingkungan, ketidakpatuhan terhadap perintah pimpinan daerah, hingga potensi konflik kepentingan dan praktik pungli, masyarakat Deli Serdang menyerukan agar Bupati segera mengevaluasi dan mencopot Kepala DLH Deli Serdang dari jabatannya.
“Bupati harus bersikap tegas. Jangan sampai Deli Serdang menjadi ladang pencemaran dan permainan izin karena pembiaran dari dinas teknis,” tegas aktivis lingkungan lokal dalam pernyataan tertulis kepada media.
Publik juga meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) turun tangan memeriksa dugaan penyimpangan ini, terutama terkait tata kelola limbah Spent Bleaching Earth yang semakin meningkat volumenya secara nasional — dari 184 ribu ton di 2017 menjadi hampir 800 ribu ton di 2019, sementara kapasitas pengelolaan legal hanya 116 ribu ton per tahun di seluruh Indonesia. ( Tim Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar