CNEWS ,Serdang Bedagai, 9 Juli 2025 — Menjelang batas akhir pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada 31 Agustus 2025, warga Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) justru dihadapkan pada persoalan klasik yang belum juga terselesaikan: banyak Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB yang belum sampai ke tangan wajib pajak. Padahal, distribusi SPPT dari Pemkab Sergai kepada para camat telah dilakukan beberapa bulan lalu.
Kondisi ini disinyalir berpotensi merugikan masyarakat, karena mereka tidak memiliki acuan tagihan yang sah, dan sekaligus berpotensi menghambat realisasi penerimaan pajak daerah.
Virgo L. Toruan, warga Desa Sei Rampah, Kecamatan Sei Rampah, mengaku hingga awal Juli ini belum menerima SPPT PBB dari pemerintah desa atau kecamatan.
“Tiap tahun selalu begini. Waktunya mepet, kami tidak pegang SPPT, padahal jatuh tempo sudah dekat,” keluh Virgo, Senin (7/7).
Hal serupa juga disampaikan warga Kecamatan Tanjung Beringin yang enggan disebutkan namanya. Ia menyebut, sejak 2025 dimulai, belum sekalipun menerima SPPT PBB dari perangkat desa maupun kecamatan.
Potensi Kerugian Warga Akibat Minimnya Sosialisasi
Ketua DPC Aliansi Kebangsaan Pemerhati Rakyat Serdang Bedagai (Akpersi Sergai), Hen Sihombing, menyesalkan lambannya distribusi SPPT dan minimnya sosialisasi dari pemerintah kecamatan serta desa. Padahal, menurutnya, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sergai pada tahun 2025 ini sudah meluncurkan program relaksasi pembayaran PBB, berupa:
- Potongan 10 persen untuk pembayaran hingga Mei 2025,
- Potongan 8 persen untuk pembayaran Juni 2025,
- Potongan 5 persen untuk pembayaran Juli 2025,
- Serta pembebasan PBB untuk lahan sawah maksimal 2.800 m² (7 rante) untuk 1 NIK wajib pajak.
“Sayangnya, informasi ini tidak sampai ke masyarakat bawah. Akibatnya, banyak wajib pajak tidak bisa memanfaatkan insentif yang sudah diberikan daerah. Masyarakat rugi dua kali: tidak dapat SPPT dan kehilangan potongan pajak,” ujar Hen Sihombing, Selasa (8/7), di Sei Rampah.
Dorongan ke Kajati Sumut: Awasi Potensi Pelanggaran Administratif
Melihat lemahnya pengawasan dan distribusi administrasi PBB di Sergai, Hen Sihombing juga meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) yang baru agar memberikan perhatian khusus terhadap persoalan ini sebagai bagian dari upaya penegakan tata kelola pemerintahan yang bersih di daerah.
“Ini bisa jadi kado awal bagi Kajatisu yang baru. Jangan biarkan masalah klasik seperti ini terus berulang. Negara rugi, rakyat rugi, yang untung hanya pejabat yang malas bekerja,” pungkas Hen.
Minimnya Respons Pemkab Sergai
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari Pemkab Sergai, Camat, maupun Kepala Desa terkait kendala distribusi SPPT dan lemahnya sosialisasi program relaksasi pajak tersebut. Padahal, jika dibiarkan, keterlambatan ini bukan hanya berdampak pada penerimaan daerah, tapi juga berpotensi memicu keresahan sosial di kalangan wajib pajak.
Catatan Redaksi:
Kasus distribusi SPPT yang lambat dan sosialisasi relaksasi pajak yang minim bukan hanya soal administratif. Ini menyangkut kepercayaan publik terhadap keseriusan pemerintah daerah dalam melayani rakyatnya secara transparan dan adil. ( Tim )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar