CNEWS , SERGAI, Sumatera Utara — Ratusan kepala desa dan perangkat desa di Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Sumatera Utara, yang semula dijadwalkan menggelar aksi damai membongkar dugaan pemerasan dan intimidasi terhadap pemerintahan desa, secara mengejutkan berbalik arah. Alih-alih menyuarakan keresahan, mereka justru memilih diam dan mengikuti audiensi tertutup di Mapolres Sergai, Senin (7/7/2025).
Perubahan tema secara tiba-tiba, dari "Tolak Pemerasan oleh Oknum yang Mengatasnamakan Aliansi dan Penegak Hukum", menjadi bahasan tentang ketahanan pangan, menimbulkan tanda tanya besar. Publik menilai, ini bukan sekadar perubahan agenda, melainkan bagian dari skenario terstruktur untuk meredam persoalan mendasar yang sebenarnya terjadi.
Aksi Senyap, Aparat Berjaga Ketat Tanpa Ada Orasi
Pantauan awak media di lokasi menunjukkan suasana yang tidak biasa. Tidak ada spanduk, tidak ada orasi, bahkan tidak ada pernyataan sikap terbuka. Hanya puluhan kepala desa berseragam dinas harian (PDH) keluar-masuk Mapolres Sergai di bawah pengawasan ketat aparat kepolisian, lengkap dengan empat unit Dalmas Direktorat Samapta dan puluhan personel Sabhara.
Ironisnya, di tengah penjagaan ketat tersebut, suasana justru cenderung santai. Sebagian kepala desa yang ditemui awak media hanya menjawab normatif.
“Sebagian lagi audiensi dengan Kapolres Sergai,” ujar seorang perempuan berseragam PDH, lalu berlalu.
Saat ditanya lebih jauh soal aksi yang gagal, ia hanya berkata, “Lagi sarapan aja kami.”
Audiensi Tertutup: Bahas Ketahanan Pangan atau Alihkan Isu?
Kasi Humas Polres Sergai, Iptu L. Manullang, saat dikonfirmasi membenarkan adanya audiensi antara kepala desa dengan Kapolres. Namun, ia tidak merinci isi pertemuan tersebut.
“Benar, mereka audiensi dengan Kapolres,” ujarnya singkat.
Beredar kabar bahwa audiensi membahas ketahanan pangan desa, namun sejumlah sumber menyebutkan, topik itu hanyalah "pengalihan isu" untuk menutupi persoalan utama: dugaan pemerasan oleh oknum yang selama ini membebani kepala desa.
Jumlah Peserta Tak Sesuai, Banyak Kepala Desa Pilih Bungkam
Informasi Sebelumnya, aksi menyebutkan akan hadir lebih dari 237 kepala desa dan perangkat desa dari 17 kecamatan. Namun di lapangan, jumlah peserta jauh lebih sedikit dari yang direncanakan. Banyak kepala desa yang sempat menyuarakan keresahan, tiba-tiba bungkam dan menghindari wartawan.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan baru:
Apakah sebagian kepala desa memilih mundur karena takut, ataukah memang ada tekanan kuat dari pihak tertentu agar aksi tidak membesar?
Perubahan drastis ini menimbulkan dugaan kuat adanya intervensi kekuasaan. Apakah benar-benar ada upaya membungkam suara kepala desa yang mulai berani bersuara, atau justru pemerintah desa sendiri yang takut transparansi anggaran dan kinerja mereka terbongkar?
Sebelumnya, kepala desa disebut-sebut gerah dengan ulah sejumlah oknum LSM dan aparat hukum yang kerap mencari-cari kesalahan penggunaan dana desa, lalu menjadikannya alat pemerasan. Namun, saat kesempatan berbicara terbuka muncul, justru mereka memilih diam.
Wajar Publik Bertanya:
- Mengapa tema utama pemerasan yang sudah disiapkan sejak awal tiba-tiba dihapus tanpa penjelasan?
- Apakah kepala desa takut jika isu pemerasan berbalik menyerang mereka sendiri soal dugaan penyalahgunaan dana desa?
- Siapa pihak yang sebenarnya diuntungkan jika isu ini dikubur?
Sejumlah pengamat lokal menilai, diamnya para kepala desa dan pengalihan isu ke ketahanan pangan menunjukkan adanya "deal senyap" antara pihak-pihak terkait.
“Kalau tidak ada tekanan, kenapa seluruh kepala desa tiba-tiba diam serentak? Ini bukan kebetulan, ini skenario,” kata seorang aktivis pemantau kebijakan publik Sergai.
Dalang Masih Misterius, Keberanian Kepala Desa Dipertaruhkan
Hingga kini, belum jelas siapa yang menjadi aktor intelektual di balik perubahan agenda tersebut. Yang pasti, publik masih menunggu:
Akankah para kepala desa berani membela marwah pemerintahan desa, atau justru memilih tunduk pada kekuatan yang lebih besar demi mempertahankan jabatan dan keamanan pribadi mereka?
TIM INVESTIGASI CNEWS
Berita ini terus dikembangkan. Hak jawab terbuka bagi para kepala desa, maupun pihak-pihak yang disebutkan dalam laporan ini. ( Tim )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar