CNEWS , Jayapura, 14 Juli 2025 — Gelombang penolakan terus menguat dari masyarakat adat dan aktivis lingkungan terhadap dugaan eksplorasi tambang nikel oleh PT Bukit Iriana Sentani di kawasan Cagar Alam Cycloop hingga pesisir Tanjung Tanah Merah, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Papua. Kawasan ini dikenal bukan hanya sebagai zona ekologis penting, tetapi juga sebagai sumber kehidupan masyarakat adat yang telah lama menjaga kelestariannya.
Ketua LSM Wgab Papua, Yerry Basri Mak, SH, MH, mengungkapkan bahwa berdasarkan informasi yang beredar luas di tengah masyarakat, PT Bukit Iriana Sentani diduga kuat telah mengantongi kontrak karya atau izin eksplorasi tambang nikel dari pemerintah pusat. Wilayah yang disebut masuk dalam cakupan kontrak ini meliputi Distrik Depapre, Revenirara, Waibu, Sentani Barat, Sentani Timur, bahkan sebagian wilayah administrasi Kota Jayapura.
“Kalau benar kontrak ini disetujui, ini adalah ancaman serius terhadap keberlanjutan lingkungan dan eksistensi masyarakat adat Papua. Kami mendesak pemerintah segera membatalkan izin tersebut dan melindungi Cycloop sebagai cagar alam nasional,” tegas Yerry.
Bupati Jayapura Diduga Bungkam, Tak Gubris Pertanyaan Wartawan
Terkait isu krusial ini, tim redaksi Cnews berupaya melakukan konfirmasi langsung kepada Bupati Jayapura, Dr. Yunus Wonda, S.H., M.H., pada Jumat (11 Juli 2025), melalui pesan tertulis ke nomor WhatsApp resmi bupati (0813-9888-xxxx). Tiga rangkaian pertanyaan penting diajukan, mewakili keresahan masyarakat:
- Apakah benar PT Bukit Iriana Sentani telah mengantongi kontrak karya atau izin eksplorasi tambang nikel di kawasan Cycloop dan sekitarnya?
- Jika benar, sejak kapan izin tersebut diterbitkan dan bagaimana status legalitas serta Amdalnya?
- Apa sikap Pemerintah Kabupaten Jayapura terhadap kekhawatiran masyarakat dan potensi kerusakan kawasan cagar alam?
Namun hingga berita ini dipublikasikan, tidak ada satu pun tanggapan dari pihak bupati. Sikap bungkam ini menimbulkan kecurigaan bahwa Pemkab Jayapura tengah menutupi informasi penting dari publik, sekaligus diduga melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
.
Pertanyaan untuk Pemerintah Pusat dan Daerah: Transparansi Dipertaruhkan
Kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), publik Papua menuntut kejelasan:
- Apakah benar kementerian telah menerbitkan kontrak karya kepada PT Bukit Iriana Sentani di kawasan lindung Cycloop?
- Bagaimana status legal kawasan ini dalam Tata Ruang Nasional—apakah memang diperbolehkan untuk aktivitas pertambangan?
- Apakah ada evaluasi Amdal yang independen, dan sejauh mana jaminan pemerintah terhadap kelestarian kawasan lindung?
Tak hanya itu, publik juga menanti sikap tegas dari Pemerintah Provinsi Papua, yang hingga kini juga belum menyatakan posisi resminya. Padahal, kegiatan eksplorasi di kawasan adat dan cagar alam seharusnya memerlukan persetujuan masyarakat adat secara bebas, didahului dengan informasi yang memadai, dan tanpa paksaan (FPIC).
Tambang di Cycloop: Antara Kepentingan Modal dan Ancaman Genosida Ekologis
Gunung Cycloop telah ditetapkan sebagai kawasan cagar alam berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 640/Kpts/Um/10/1978. Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kegiatan tambang di kawasan lindung adalah pelanggaran hukum yang serius, kecuali terdapat perubahan status kawasan yang sah dan terbuka.
Jika benar izin eksplorasi dikeluarkan di wilayah ini, maka itu merupakan bukti pengabaian total terhadap prinsip kehati-hatian ekologis dan penghianatan terhadap komitmen negara dalam menjaga hak hidup masyarakat adat Papua.( TIM,YB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar