Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Skandal Proyek Tanpa Transparansi di Serdang Bedagai: UU KIP dan Perpres Diabaikan, APH Diminta Jangan Tutup Mata

Jumat, 04 Juli 2025 | Jumat, Juli 04, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-03T17:22:55Z


CNEWS , Serdang Bedagai, Sumut – Praktik pelaksanaan proyek tanpa transparansi yang melanggar hukum tampaknya telah menjadi “tradisi kebal hukum” di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Pelanggaran terang-terangan terhadap Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 serta No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, terus berulang tanpa ada tindakan hukum nyata.



Sejumlah proyek yang menggunakan dana publik, baik dari APBN, APBD, maupun Dana Desa, kerap terlihat publik dikerjakan tanpa papan informasi. Padahal, papan informasi merupakan instrumen wajib untuk memastikan transparansi anggaran, identitas pelaksana, volume pekerjaan, dan progres proyek. Fakta bahwa kewajiban ini terus diabaikan menunjukkan lemahnya pengawasan internal pemerintah daerah dan diduga kuat adanya pembiaran oleh aparat penegak hukum.


Kasus Desa Pematang Sijonam: Potret Buruk Dana Desa 2025


Salah satu contoh nyata adalah proyek peningkatan jalan paving blok di Desa Pematang Sijonam, Kecamatan Perbaungan, yang hingga awal Juli 2025 ini tidak memasang papan informasi proyek. Hal ini patut diduga sebagai upaya menutupi penyimpangan dana desa, sekaligus mencederai hak publik untuk mengetahui bagaimana uang negara dikelola.


Berdasarkan data resmi:


  • Pagu anggaran dana desa tahun 2025: Rp 960.275.000
  • Penyaluran tahap I: Rp 511.270.000 atau 100%


Sementara pada 2024, desa yang kini berstatus “MAJU” itu sudah menerima pagu Rp 897.362.000, dengan penyaluran hampir 100% dan alokasi dana pemeliharaan jalan desa mencapai Rp 180 juta. Namun, penggunaan dana ini tertutup rapat tanpa laporan terbuka kepada masyarakat.


Lebih ironis, Kepala Desa Pematang Sijonam hingga kini memilih bungkam ketika dikonfirmasi soal ketiadaan papan informasi proyek. Sikap ini makin menguatkan dugaan bahwa pengelolaan dana desa dijalankan tanpa transparansi, melawan hukum, dan anti-kritik.


Simbol Negara Terabaikan: Bendera Kusam dan Robek, Bukti Minimnya Nasionalisme


Tak hanya soal anggaran, penghormatan terhadap negara pun tampak memprihatinkan. Bendera merah putih di sekitar desa dibiarkan berkibar dalam kondisi koyak, pudar, dan tidak layak, mencerminkan rendahnya rasa hormat terhadap lambang negara. Kondisi ini menambah daftar panjang buruknya tata kelola pemerintahan desa yang seharusnya menjadi teladan di tengah masyarakat.


Potensi Kerugian Negara dan Pembiaran Hukum


Pelanggaran terhadap UU KIP dan Perpres bukan sekadar soal etik administratif. Jika terbukti menimbulkan kerugian negara, hal ini jelas merupakan indikasi tindak pidana korupsi, yang semestinya menjadi atensi serius Aparat Penegak Hukum (APH). Namun hingga saat ini, belum ada satupun kepala desa, kontraktor, maupun pejabat dinas yang diproses hukum di Serdang Bedagai, meskipun praktik serupa telah lama berlangsung.


Masyarakat pun mulai muak dengan pembiaran ini, dan mendesak Inspektorat Serdang Bedagai serta APH seperti Kejaksaan Negeri dan Polres setempat untuk melakukan audit terbuka serta investigasi hukum secara serius dan profesional.


“Jangan sampai hukum hanya berani menindak rakyat kecil, tapi lumpuh menghadapi oknum pejabat dan pengelola dana desa. Kami menuntut keadilan, audit terbuka, dan penindakan tegas!” tegas salah satu tokoh masyarakat Desa Pematang Sijonam.

 

Rincian Anggaran Dana Desa Pematang Sijonam 2024–2025:


Tahun 2024:


  • Pagu: Rp 897.362.000
  • Penyaluran: Rp 896.994.000
  • Pemeliharaan Jalan Desa: Rp 180.000.000
  • Keadaan Mendesak: Rp 22.500.000
  • Posyandu, PAUD, Lingkungan Hidup: Puluhan juta rupiah

Tahun 2025 (per 3 Juli 2025):

  • Pagu: Rp 960.275.000
  • Penyaluran Tahap I: Rp 511.270.000
  • Status Desa: MAJU


Desakan Reformasi Pengawasan Desa


Dengan data dan fakta yang terang benderang ini, publik mendesak agar pemerintah kabupaten tidak lagi sekadar memberi teguran administratif, tapi melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan dana desa, meningkatkan transparansi publik, dan mempercepat reformasi birokrasi di tingkat desa.


Jika dibiarkan, tradisi pelanggaran seperti ini akan terus menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap negara dan hukum, sekaligus memperlebar jurang ketidakadilan sosial di akar rumput. ( Tim )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update