CNews - Raja Ampat, Papua Barat Daya — Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Wadah Generasi Anak Bangsa (WGAB), Yerry, mengeluarkan ultimatum keras kepada pemerintah pusat agar segera menghentikan seluruh aktivitas eksplorasi dan rencana pertambangan nikel di Kabupaten Kepulauan Raja Ampat. Ia menilai, keberadaan tambang nikel di kawasan konservasi laut tersebut merupakan ancaman serius terhadap masa depan ekowisata dan warisan ekologis Indonesia yang telah diakui dunia.
"Raja Ampat bukan untuk digali, tapi dijaga. Ini bukan kawasan industri, tapi warisan dunia. Pemerintah pusat harus mencabut seluruh izin tambang sebelum kita kehilangan segalanya—terumbu karang, biota laut, dan kepercayaan dunia internasional," tegas Yerry dalam konferensi pers di Waisai, Selasa (4/6).
Sebagai tokoh aktivis lingkungan yang telah lama bergerak di Tanah Papua, Yerry menyebut pembiaran tambang nikel di Raja Ampat sebagai bentuk kejahatan ekologis yang dilakukan atas nama investasi. Ia menuding, kepentingan ekonomi segelintir elit tidak boleh mengorbankan ekosistem laut tropis terlengkap di dunia, yang menjadi jantung dari Segitiga Terumbu Karang global (Coral Triangle).
"Ini bukan sekadar konflik kepentingan antara ekonomi dan ekologi. Ini soal pilihan moral bangsa: menjaga masa depan atau menjual kehancuran," ujarnya.
WGAB juga mengecam sikap pasif Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya yang hingga kini dinilai belum mengambil langkah konkret untuk melindungi kawasan Raja Ampat. Yerry mendesak Gubernur agar tidak tunduk pada tekanan oligarki tambang dan menunjukkan keberpihakan yang jelas terhadap rakyat dan lingkungan.
"Jika Gubernur Papua Barat Daya diam, berarti ia bersekongkol dengan perusak alam. Jangan tunggu sampai laut jadi kubangan limbah dan wisatawan berhenti datang. Bertindaklah sekarang, atau rakyat akan bertindak sendiri," tandasnya.
Raja Ampat saat ini menyimpan lebih dari 75% spesies karang dunia dan lebih dari 1.300 spesies ikan. Selain menjadi pusat biodiversitas laut global, wilayah ini juga menopang kehidupan masyarakat adat yang menggantungkan hidup dari laut secara lestari. Namun, sejak munculnya izin eksplorasi nikel yang dikeluarkan pada masa lalu, kekhawatiran akan kerusakan ekosistem semakin menguat.
Yerry memastikan bahwa WGAB tidak akan tinggal diam. Pihaknya tengah mempersiapkan laporan resmi kepada organisasi lingkungan internasional seperti Greenpeace, WWF, hingga UNESCO, guna mendorong intervensi global terhadap aktivitas tambang di Raja Ampat.
"Kalau pemerintah tidak bertindak, kami akan bawa kasus ini ke meja dunia. Raja Ampat bukan milik investor, tapi milik generasi masa depan," pungkas Yerry.
( Tim YB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar