CNews - Raja Ampat, Papua — Sorotan tajam terhadap aktivitas pertambangan kembali mencuat di kawasan wisata kelas dunia, Kabupaten Kepulauan Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya*. Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Wadah Generasi Anak Bangsa (WGAB), Yerry Basri Mak, SH, MH, meminta Presiden Prabowo Subianto untuk segera mencabut izin eksplorasi dan operasi tambang nikel di wilayah tersebut.
Dalam pernyataannya kepada awak media, Yerry menyampaikan keprihatinan mendalam atas kerusakan ekosistem laut dan lanskap alam Raja Ampat yang selama ini dikenal sebagai surga bahari dunia.
“Raja Ampat adalah dinasti wisata dunia yang kini nyaris tidak ada lagi karena dihancurkan oleh perusahaan tambang nikel. Ini bukan hanya persoalan lingkungan — ini adalah ancaman langsung terhadap masa depan generasi Papua,” tegas Yerry, aktivis yang dikenal vokal membela hak masyarakat adat.
Keindahan Dunia yang Terancam Dijual
Raja Ampat selama ini dikenal sebagai salah satu ikon pariwisata Indonesia yang telah mendunia, dengan biodiversitas laut tertinggi di dunia dan menjadi destinasi utama bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Namun kini, ancaman nyata dari industri ekstraktif mulai merusak warisan alam tersebut.
Yerry menuding, masuknya perusahaan tambang nikel ke Raja Ampat terjadi melalui proses yang tidak transparan dan minim partisipasi publik, termasuk masyarakat adat.
“Kami meminta dengan sangat kepada Bapak Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk mendengar jeritan rakyat Papua. Cabut semua izin tambang di Raja Ampat sebelum semuanya terlambat,” ujarnya.
Pelanggaran Potensial dan Ancaman Sistemik
Pihak WGAB menyebut adanya indikasi pelanggaran terhadap sejumlah regulasi penting:
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Peraturan Presiden tentang Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), di mana Raja Ampat masuk sebagai kawasan strategis yang dilindungi
- Undang-Undang Otonomi Khusus Papua, yang menjamin perlindungan wilayah adat dan ekosistem lokal
Selain itu, aktivis juga menyoroti kemungkinan adanya konflik kepentingan dan potensi suap perizinan dalam proses masuknya investasi tambang ke kawasan sensitif tersebut.
Seruan Nasional: “Presiden Harus Turun Tangan”
WGAB bersama sejumlah elemen masyarakat sipil menyerukan agar Kementerian ESDM, KLHK, KSP, dan Komnas HAM segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap aktivitas pertambangan di Raja Ampat.
“Jangan tunggu tragedi ekologi terjadi. Jangan biarkan Raja Ampat berubah menjadi korban industri tambang seperti daerah-daerah lain yang kini hanya menyisakan lubang dan kemiskinan,” tegas Yerry.
( YB)
Catatan Redaksi:
C News mengajak pembaca untuk ikut serta menjaga warisan alam Nusantara. Kerusakan Raja Ampat bukan hanya isu lokal Papua, tapi pukulan telak bagi reputasi Indonesia di mata dunia.
Kami akan terus menelusuri perkembangan izin tambang, nama-nama korporasi terlibat, dan potensi pelanggaran hukum yang menyertainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar