Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

PN Lubuk Pakam Diduga Dukung Gugatan Kontroversial Kades Buntu Bedimbar: Aspirasi Rakyat Dikriminalisasi, Isu Setoran Rp50 Juta Mencuat

Rabu, 04 Juni 2025 | Rabu, Juni 04, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-04T08:57:04Z

 



CNEWS – Medan, Sumatera Utara - Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam kembali menjadi sorotan setelah diduga mengabulkan gugatan kontroversial yang diajukan oleh Mus Mulyadi, Kepala Desa Buntu Bedimbar, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, terhadap dua warga desa—Sarjonosyam dan Syafi’i—yang dikenal aktif menyuarakan dugaan penyimpangan kebijakan desa.


Dugaan pelanggaran hukum dan ketidakadilan hukum dalam penanganan gugatan ini mencuat ke publik usai Aliansi Gerakan Masyarakat Peduli Desa Buntu Bedimbar menyuarakan protes keras terhadap keputusan majelis hakim yang dianggap berat sebelah, serta mencederai semangat konstitusi dalam menjamin kebebasan menyampaikan aspirasi warga negara.


Masyarakat Lawan Dugaan Korupsi, Justru Digugat


Mus Mulyadi bersama Fitri Handayani (sekretaris desa yang juga disebut sebagai istri siri Kades) dan Margi Rahayu (Kasi Kesra) menggugat dua warga desa atas dugaan “perbuatan melawan hukum”, menyusul gelombang unjuk rasa warga yang memprotes dugaan korupsi dan penyimpangan kebijakan pemerintah desa, termasuk:


Dugaan penyalahgunaan BLT Dana Desa TA 2021–2023

Dugaan korupsi Cadangan Beras Pemerintah (CBP)

Dugaan pemalsuan tanda tangan penerima manfaat BLT


Namun, alih-alih menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan temuan audit Inspektorat Kabupaten Deli Serdang, PN Lubuk Pakam justru disebut mengakomodasi gugatan penguasa desa.


“Jika masyarakat yang menyampaikan aspirasi lewat aksi unjuk rasa dianggap melawan hukum, maka semua rakyat yang menyampaikan kritik bisa dianggap kriminal. Ini preseden buruk bagi demokrasi,” kata salah satu tokoh masyarakat kepada Cnews.


Isu Dugaan Suap Rp50 Juta Melibatkan Panitera dan Hakim


Lebih mencengangkan, di tengah proses gugatan, isu dugaan suap sebesar Rp50 juta kepada Panitera Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Rizki Angelia Malik, S.H., M.H., berhembus kuat di tengah masyarakat. Uang tersebut diduga berasal dari kubu penggugat sebagai bentuk “pelicin” agar permohonan mereka dikabulkan.


Tiga hakim yang menangani perkara ini adalah:

Morailam Purba, S.H. (Hakim Ketua)

Dewi Andriyani, S.H. (Hakim Anggota)

Muhammad Nuzuli, S.H., M.H. (Hakim Anggota)


Hingga berita ini diterbitkan, Cnews telah berusaha mengonfirmasi Rizki Angelia Malik, namun tidak ada klarifikasi resmi yang diberikan oleh pihak PN Lubuk Pakam.


Kesaksian Diduga Direkayasa, Saksi Mengaku Dipaksa Bohong


Dalam kesaksian sidang, Amin, Kepala Dusun I Desa Buntu Bedimbar yang menjadi saksi penggugat, diduga telah menyampaikan keterangan palsu di bawah sumpah. Sumber internal menyebut bahwa Amin diintimidasi oleh Kepala Desa untuk menyampaikan kesaksian yang tidak sesuai fakta meskipun telah bersumpah atas nama Kitab Suci.


“Ini jelas penghinaan terhadap proses peradilan dan agama. Mengapa seorang perangkat desa dipaksa berbohong demi melanggengkan kekuasaan?” ujar narasumber yang tidak ingin disebutkan namanya.


Pertanyaan Besar atas Integritas PN Lubuk Pakam


Proses persidangan dan putusan yang dinilai janggal ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah hukum di Indonesia masih berpihak pada kebenaran dan keadilan rakyat kecil, atau telah dijual kepada kekuasaan lokal dan uang sogokan?


Jika dugaan gratifikasi ini benar, maka integritas lembaga peradilan di tingkat kabupaten kembali tercoreng, sekaligus menambah daftar panjang kasus dugaan mafia peradilan di Sumatera Utara.


Kesimpulan dan Tuntutan Masyarakat


Meminta Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas MA segera turun tangan memeriksa putusan ini.

Mendesak Kejaksaan dan KPK menyelidiki dugaan suap Rp50 juta dan gratifikasi terkait gugatan Kades.

Menuntut aparat penegak hukum mengusut ulang seluruh kasus dugaan korupsi di Desa Buntu Bedimbar. ( Tim YN)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update