Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


WGAB Papua Tegas: Hentikan Rasisme dan Politik Provokatif Jelang PSU Gubernur 6 Agustus

Rabu, 28 Mei 2025 | Rabu, Mei 28, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-28T09:38:40Z

 



CNEWS - Jayapura – Jelang pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua yang dijadwalkan pada 6 Agustus 2025, suhu politik di Papua mulai menunjukkan tanda-tanda eskalasi serius. Ketua LSM Wadah Generasi Anak Bangsa (WGAB) Papua, Yerry Basri Mak, SH, MH, secara tegas menyerukan penghentian segala bentuk ujaran kebencian, kampanye rasis, dan provokasi antar-tim sukses di media sosial.


PSU ini akan mempertemukan dua figur sentral dalam peta politik Papua: pasangan Dr. Drs. Benhur Tomi Mano, MM – Drh. Costan Karma, melawan Matius Derek Fakhiri, SH, MH – Aryoko Alberto Ferdinand, SP, M.Eng. Kedua pasangan ini merupakan representasi putra-putra terbaik Papua yang telah teruji di berbagai medan birokrasi dan kepemimpinan.


Namun, bukannya menjadi ajang adu gagasan, proses demokrasi ini justru dibayangi oleh kampanye hitam dan narasi sektarian yang kian masif di media sosial.


 “Kami sangat prihatin. Ada upaya sistematis yang mencoba membenturkan masyarakat Papua berdasarkan garis wilayah, warna kulit, dan asal marga. Ini bukan hanya rasis, tapi juga berbahaya bagi keutuhan Papua,” tegas Yerry kepada awak media, Selasa (28/5).


Menurut Yerry, perpecahan politik identitas yang dibungkus sentimen kesukuan dan rasisme adalah bentuk kemunduran demokrasi. Ia menilai, penyebaran isu seperti "bukan dari Tabi" atau "bukan dari Saireri" adalah upaya merusak nilai-nilai persaudaraan dan keadaban di tanah Papua.


 “Jangan kita jatuh pada jebakan sektarianisme. Yang maju ini semua adalah orang Papua asli — hitam kulit, keriting rambut, darah Papua mengalir di tubuh mereka. Mereka sama-sama punya hak konstitusional untuk maju dan dipilih,” tegasnya.


WGAB juga menyoroti peran aktif warganet dan elite-elite lokal yang justru memperkeruh suasana dengan unggahan provokatif dan informasi tidak terverifikasi. Yerry mengingatkan bahwa peran media sosial harusnya menjadi ruang edukatif dan damai, bukan arena perpecahan.



 “Kita sedang bicara tentang masa depan provinsi induk yang sudah melahirkan lima provinsi pemekaran. PSU ini harus menjadi tonggak demokrasi bermartabat, bukan ladang konflik sosial,” ujarnya.



Yerry mengajak seluruh elemen masyarakat — tokoh agama, adat, pemuda, hingga media — untuk menjadi penjaga moral demokrasi Papua. Ia juga meminta aparat dan penyelenggara pemilu agar responsif terhadap pelanggaran yang berpotensi memicu instabilitas.



 “Siapa pun yang terpilih pada 6 Agustus nanti adalah pilihan rakyat Papua. Kita wajib menghormati suara rakyat, bukan menghancurkannya dengan fitnah dan hasutan. Mari tunjukkan bahwa Papua adalah rumah damai untuk semua anak bangsa,” pungkas Yerry. ( YBM - RED)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update