CNews — Cambridge, AS - Keputusan pemerintahan Presiden Donald Trump pada Mei 2025 mencabut izin Universitas Harvard menerima mahasiswa internasional memicu gelombang kecaman global. Hampir 6.800 mahasiswa asing—sekitar 27 persen dari total populasi kampus tahun ajaran 2024–2025—terancam kehilangan status visa, dengan banyak di antaranya kini berpacu dengan waktu untuk mencari alternatif pendidikan di luar Amerika Serikat.
Pemerintah menuduh Harvard sebagai “sarang antisemitisme” dan menyebut adanya "hubungan berbahaya" dengan Partai Komunis Tiongkok. Namun, kalangan akademisi menilai tuduhan itu lemah secara hukum dan sarat motif politik. Banyak yang menyebutnya sebagai langkah balasan terhadap kampus yang dikenal vokal mengkritik kebijakan pemerintah.
“Ini adalah serangan frontal terhadap kebebasan akademik dan reputasi Amerika sebagai rumah bagi pemikiran bebas,” tegas Presiden Harvard dalam konferensi pers darurat.
Dalam respons cepat, Harvard menggandeng koalisi asosiasi pendidikan, pengacara hak sipil, dan akademisi lintas negara untuk menggugat keputusan ini ke pengadilan federal. Di tingkat global, dampaknya sudah terasa: mitra riset menunda kerja sama, alumni internasional menyatakan penyesalan, dan mahasiswa dari Asia hingga Eropa kini dalam situasi genting.
Solon Sihombing: Harvard Bukan Sekadar Kampus, Tapi Pilar Peradaban
Solon Sihombing, analis hubungan internasional dan penduduk lama di AS, menyampaikan keprihatinannya secara terbuka:
“Saya sangat menyayangkan keputusan ini. Harvard bukan hanya institusi pendidikan, tapi simbol keunggulan intelektual dunia. Kebijakan ini mencederai nilai-nilai dasar yang dahulu menjadikan Amerika pusat gravitasi pendidikan global.”
Ia menambahkan bahwa langkah ini akan berdampak langsung pada ribuan keluarga Indonesia dan pelajar ASEAN yang selama ini menjadikan Harvard sebagai impian tertinggi.
“Ini bukan cuma soal visa. Ini soal kepercayaan global yang dibangun Amerika selama lebih dari satu abad. Apakah semua itu akan dihapus hanya karena perbedaan pandangan politik?”
Pendidikan Dijadikan Medan Tempur Ideologis
Kebijakan ini mencerminkan polarisasi ekstrem dalam lanskap politik Amerika saat ini, di mana institusi pendidikan tinggi mulai dijadikan sasaran oleh kekuasaan yang ingin mengendalikan narasi. Pakar menilai, langkah ini adalah bagian dari upaya sistematis membungkam kritik, mempersempit ruang multikulturalisme, dan mengarahkan pendidikan nasional ke jalur ideologis konservatif.
Jika gugatan Harvard gagal, maka ini bisa menjadi preseden berbahaya: universitas dapat dikenai sanksi berdasarkan persepsi politik, bukan pelanggaran hukum yang sah.
Kesimpulan: Amerika di Persimpangan Jalan Akademik
Langkah Trump ini bukan hanya mengguncang Harvard, tapi juga mengancam tatanan pendidikan tinggi global yang selama ini berpijak pada prinsip kolaborasi, keberagaman, dan kebebasan berpikir. Dunia kini menunggu: apakah Amerika masih layak disebut sebagai mercusuar ilmu pengetahuan, atau justru tengah memadamkan cahayanya sendiri?
(Tim - Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar