Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


Perceraian Anggota Yonif Para Raider 503 Mayangkara Diduga Sarat Pelanggaran Prosedur, Hak Istri dan Anak Terabaikan

Sabtu, 17 Mei 2025 | Sabtu, Mei 17, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-16T17:10:38Z


CNEWS - Palu – Dugaan pelanggaran serius dalam proses perceraian anggota TNI aktif kembali mencuat ke publik. Kali ini menimpa seorang prajurit Yonif Para Raider 503 Mayangkara, Serda Harianto (NRP 31110248441189), yang berhasil menceraikan istrinya, Ruth Yohanes, lewat putusan Pengadilan Agama Mojokerto tanggal 14 Februari 2023—dengan cara yang patut dipertanyakan.


Persidangan perkara ini berjalan tanpa kehadiran tergugat, Ruth Yohanes, karena pemberitahuan sidang dikirimkan ke alamat yang diduga sengaja dipalsukan. Informasi yang diperoleh menyebutkan, kesatuan Harianto bahkan turut membantu melengkapi syarat administrasi perceraian, termasuk menyediakan alamat tidak valid yang menyebabkan surat panggilan sidang tak pernah diterima oleh Ruth.


“Kami menduga kuat adanya konspirasi untuk mempercepat proses cerai dengan cara-cara yang tidak sah. Alamat yang dipakai bukan alamat Ruth, jadi dia tidak pernah menerima panggilan,” tegas Wilson Lalengke, tokoh pers nasional sekaligus kerabat Ruth Yohanes, Rabu (14/5/2025).


Diduga Ada Pemalsuan Dokumen, Putusan Layak Dibatalkan


Wilson menyoroti dugaan pemalsuan dokumen dan manipulasi informasi yang bertentangan dengan UU Perkawinan dan Hukum Acara Perdata. Dalam hukum, pemanggilan tergugat harus dilakukan secara sah dan ke alamat yang benar. Bila terjadi pemalsuan atau penghalangan, maka putusan bisa dibatalkan demi hukum.


“Bagaimana mungkin seorang hakim memutus perkara dengan dalih tergugat tidak diketahui keberadaannya, padahal surat bisa dikirim ke rumah orang tuanya di Sulawesi Tengah seperti pada gugatan pertama?” tanya Wilson tajam.


Ia juga mempertanyakan logika pernyataan Pasi Intel Yonif 503, yang menyebut permohonan cerai berasal dari pengadilan, bukan dari kesatuan. “Konyol. Apa urusan pengadilan mengajukan gugatan cerai? Bukankah itu kewenangan pihak yang berperkara?” sindirnya.


Kronologi Sarat Kejanggalan


Gugatan pertama pada 2022 dibalas Ruth Yohanes dengan keberatan, hingga akhirnya dicabut. Namun pada 2023, gugatan dilayangkan lagi. Kali ini tanpa sepengetahuan Ruth, dan diduga memakai alamat palsu agar surat panggilan tak sampai. Tragisnya, pengadilan tetap melanjutkan sidang hingga menjatuhkan putusan cerai secara sepihak.


Ironis, Harianto mengklaim istrinya “tidak diketahui keberadaannya” dengan alasan tidak tinggal di asrama. Padahal, menurut keluarga, Ruth terpaksa meninggalkan asrama karena mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suaminya.


Tanggung Jawab Moral Anggota TNI Dipertanyakan


Kasus ini memunculkan pertanyaan besar tentang integritas oknum anggota TNI dan ketegasan institusinya. Ruth dan anaknya jelas dirugikan. Ia ditelantarkan oleh seorang prajurit aktif yang justru menggunakan institusinya untuk meloloskan perceraian secara diam-diam.


“Ini bukan sekadar pelanggaran hukum. Ini pengkhianatan terhadap nilai-nilai moral. Anggota TNI seharusnya jadi teladan, bukan jadi pecundang yang hanya menitipkan spermanya lalu kabur dari tanggung jawab,” kata Wilson dengan nada geram.


Ia mendesak Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak, serta jajaran pimpinan Yonif Para Raider 503 untuk tidak menutup mata. “Tegakkan kehormatan institusi dengan menindak tegas oknum seperti ini. Jangan biarkan TNI menjadi tempat berlindung bagi pelanggar moral.”


Lemahnya Pengawasan dan Integritas Pengadilan Agama


Selain TNI, Pengadilan Agama Mojokerto juga dinilai bertanggung jawab atas putusan kontroversial ini. “Hakim semestinya menjadi penjaga keadilan, bukan alat formalitas untuk mengesahkan manipulasi,” ujar Wilson, yang juga lulusan program pascasarjana bidang Applied Ethics dari Utrecht University dan Linkoping University.


Ia menyebut apa yang dialami Ruth Yohanes sebagai bentuk nyata penyalahgunaan wewenang, baik oleh aparat militer maupun lembaga peradilan. “Keadilan telah dipermainkan, hukum diinjak-injak oleh aparat yang seharusnya melindungi rakyat.”


Kasus ini membuka mata publik akan pentingnya pengawasan terhadap praktik-praktik penyalahgunaan prosedur dalam institusi negara, termasuk dalam hal perceraian anggota militer. ( Tim Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update