Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


Pembunuhan Pemilik Akun TikTok di Lampung Tengah: Serangan terhadap Kebebasan Berekspresi yang Harus Diusut Tuntas

Senin, 19 Mei 2025 | Senin, Mei 19, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-18T19:33:40Z

                      Oleh: Wilson Lalengke


                   

CNEWS - Jakarta – Tragedi pembunuhan seorang warga Lampung Tengah yang aktif menyuarakan dugaan kecurangan aparat desa melalui akun TikTok-nya, bukan sekadar tindak kriminal biasa. Ini adalah bentuk paling brutal dari pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi, hak menyampaikan pendapat, dan kontrol warga atas kinerja pemerintah di era digital. Negara tak boleh diam.


Sebagai salah satu pilar demokrasi di era internet, media sosial – termasuk TikTok – telah menjadi sarana vital rakyat untuk menyampaikan informasi dan pengawasan sosial. Ketika seorang pengguna TikTok mengunggah keluhan tentang dugaan pemalsuan tanda tangan warga dalam pendistribusian bantuan sosial oleh aparat kelurahan, ia tidak sedang main-main. Ia sedang menjalankan fungsi publik yang sah, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28F UUD 1945 dan berbagai regulasi turunan tentang hak asasi manusia, keterbukaan informasi publik, dan kebebasan pers.


Namun, apa yang ia terima sebagai balasan adalah peluru pembunuh. Nyawanya direnggut oleh kekuatan yang takut pada suara kebenaran. Ini adalah bentuk paling keji dari kriminalisasi suara rakyat. Ini bukan hanya pembunuhan terhadap individu, melainkan juga serangan frontal terhadap hak-hak konstitusional warga negara.


Negara tidak boleh kalah oleh teror. Aparat penegak hukum wajib mengusut tuntas kasus ini. Semua pihak yang terlibat – baik eksekutor lapangan maupun aktor intelektualnya – harus diseret ke pengadilan. Jika tidak, maka negara turut bertanggung jawab atas terciptanya iklim ketakutan dan pembungkaman kebebasan berekspresi.


Lebih dari itu, substansi aduan yang disampaikan oleh korban melalui TikTok tidak boleh diabaikan. Dugaan pemalsuan tanda tangan warga dalam laporan distribusi beras bantuan sosial, serta kemungkinan praktik penyelewengan seperti penjualan beras bansos, harus diinvestigasi secara terbuka. Jika dugaan itu benar, maka pembunuhan ini adalah upaya sistematis untuk menutupi kejahatan korupsi di akar rumput. Kita tidak bisa menutup mata.


Perlu ditegaskan:


  • Hak bermedia sosial dilindungi oleh konstitusi, tak bisa dibatasi secara sewenang-wenang.
  • Media sosial memiliki fungsi kontrol sosial, dan penggunanya tidak boleh dikriminalisasi apalagi dibunuh.
  • Negara wajib menjamin keamanan warga yang menyuarakan kepentingan publik, bukan membiarkan mereka dibungkam dengan kekerasan.

Tragedi di Gunung Sugih, Lampung Tengah ini harus menjadi alarm keras bagi semua pihak: kebebasan berekspresi di negeri ini sedang dalam ancaman nyata. Jika negara abai, maka kita sedang membiarkan demokrasi dikoyak oleh tangan-tangan gelap yang takut pada transparansi dan keadilan.


Semoga penegakan hukum berjalan tanpa kompromi, dan tragedi ini menjadi yang terakhir.


Penulis adalah Ketua Umum PPWI, Alumni PPRA-48 Lemhannas RI Tahun 2012.


1 komentar:

  1. Jangan pernah takut untuk mengungkap kebenaran apa dan siapa dia demi NKRI yg tercinta

    BalasHapus

×
Berita Terbaru Update