CNEWS - Jakarta, 14 Mei 2025 – Di tengah keresahan atas pelemahan penerimaan negara non-pajak (PNBP), satu usulan kontroversial mencuat di Gedung DPR: legalisasi kasino. Ide ini bukan datang dari luar sistem, melainkan dari jantung parlemen sendiri — Galih Kartasasmita, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar.
Disampaikan dalam rapat resmi dengan Direktorat Jenderal Anggaran pada 8 Mei lalu, Galih menyebut legalisasi rumah judi sebagai langkah “out of the box” untuk menopang fondasi fiskal negara. Ia menunjuk negara-negara seperti Uni Emirat Arab, Singapura, dan Thailand yang sukses meraup miliaran dolar dari sektor kasino legal — sembari tetap menjaga batasan sosial dan hukum yang ketat.
Namun, di balik argumen ekonomi yang menggoda, muncul gelombang penolakan yang tak kalah keras. Dari tokoh agama hingga pakar hukum tata negara, suara keberatan mengemuka: apakah negara bisa—dan seharusnya—memperjualbelikan moral demi devisa?
Antara Krisis Fiskal dan Godaan Pendapatan Instan
Galih menggarisbawahi fakta yang tidak bisa dibantah: ketergantungan Indonesia pada sumber daya alam sebagai penopang APBN sudah memasuki fase kritis. “Ekonomi kita belum keluar dari paradigma kolonial: ekspor nikel, batu bara, lalu impor barang jadi,” ujarnya dalam rapat.
Ia menyebut sektor jasa hiburan sebagai masa depan — terutama di kawasan pariwisata seperti Batam, Bali, dan KEK tertentu — dengan skema kasino terbatas untuk wisatawan asing. Model Singapura dan UEA menjadi rujukan: pembatasan ketat, pengawasan teknologi, dan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara.
Tapi di sinilah persoalan muncul: Indonesia bukan negara sekuler murni. Konstitusi, norma agama, dan nilai sosial masih memegang peran sentral dalam perumusan kebijakan publik.
Risiko yang Tersembunyi
Pasal 303 KUHP jelas menyebut perjudian sebagai tindak pidana. Artinya, usulan ini tak hanya kontroversial secara moral, tapi juga berbenturan dengan kerangka hukum positif. Revisi undang-undang pun tak bisa dilakukan tanpa perdebatan panjang dan resistensi publik.
Organisasi seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah bersuara: perjudian dalam bentuk apapun adalah haram. “Negara tidak boleh menjadikan perbuatan haram sebagai sumber pendapatan resmi,” ujar salah satu Ketua MUI kepada JiwaMuda Indonesia.
Dari sisi sosial, studi Bank Dunia dan WHO menunjukkan bahwa negara dengan kasino legal umumnya mengalami lonjakan kasus kecanduan, perceraian, utang pribadi, hingga kriminalitas ekonomi—bahkan ketika kasino hanya dibuka untuk turis asing. “Pembatasan tak selalu efektif. Uang memang masuk, tapi biaya sosialnya jauh lebih mahal,” ujar Prof. Nurdin Hadipratama, sosiolog Universitas Gadjah Mada.
Narasi Ekonomi vs Narasi Moral
Perdebatan ini menjadi panggung bagi dua kutub ideologis yang semakin tegas: kelompok yang mendorong modernisasi fiskal dengan segala cara, dan pihak yang menolak menjadikan ekonomi sebagai alasan melunturkan nilai-nilai dasar bangsa.
Di tengah polarisasi ini, muncul sejumlah usulan alternatif yang dinilai lebih “beradab”:
- Optimalisasi pajak digital dari platform internasional seperti YouTube, TikTok, dan Meta.
- Peningkatan royalti kekayaan intelektual dan ekonomi kreatif.
- Wisata halal dan ekowisata internasional dengan branding global.
- Industri e-sport dan game legal sebagai sumber devisa generasi muda.
- Retribusi dari pelabuhan dan KEK sebagai pusat perdagangan bebas.
“Daripada membuka celah untuk judi, kenapa tidak fokus pada potensi ekonomi kreatif dan digital? Itu lebih sustainable dan tak merusak fondasi moral masyarakat,” ujar ekonom Faisal Basri kepada JiwaMuda Indonesia.
Jalan Tengah atau Jalan Licin?
Apakah Indonesia bisa meniru Singapura atau justru tergelincir ke dalam jurang sosial yang lebih dalam? Galih sendiri mengklaim siap berdiskusi terbuka. Tapi di lapangan, reaksi publik tak bisa dianggap sepele.
Wacana ini tidak bisa ditutup rapat, tapi juga tak layak dipaksakan hanya demi menambal anggaran. Dibutuhkan lebih dari sekadar hitung-hitungan fiskal — yaitu ketajaman visi dan keberanian menjaga integritas sosial.
Kesimpulan:
Usulan legalisasi kasino bukan sekadar wacana ekonomi, tapi ujian kebangsaan. Di tengah tekanan fiskal, Indonesia dihadapkan pada pilihan: mendulang pendapatan dari zona abu-abu, atau membangun masa depan ekonomi yang tetap berpijak pada nilai-nilai luhur bangsa.
JiwaMuda Indonesia – Independen. Kritis. Progresif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar