Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


Perang Dagang AS-Tiongkok Memanas, Indonesia Waspada Imbas Ekonomi Global

Jumat, 18 April 2025 | Jumat, April 18, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-17T20:52:04Z

 

                           Oleh: Yakub F. Ismail


CNEWS - JAKARTA – Dunia internasional saat ini berada dalam tekanan hebat akibat eskalasi perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia: Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Di tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19, perseteruan tarif dagang kedua negara justru memperkeruh stabilitas global dan menimbulkan ketidakpastian berkepanjangan.


AS, yang selama ini merasa dirugikan oleh praktik perdagangan Tiongkok, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, menggulirkan serangkaian kebijakan proteksionis yang agresif dan di luar prediksi. Salah satunya adalah pemberlakuan tarif dasar 10 persen terhadap seluruh mitra dagang—pengecualian hanya diberikan kepada Rusia dan Korea Utara.


Tak hanya menyasar rival seperti Tiongkok, kebijakan tarif ini juga menghantam negara-negara sekutu AS sendiri seperti Australia, Hong Kong, Taiwan, dan Singapura. Negara-negara berkembang pun terkena imbas, termasuk Indonesia yang dibebani tarif impor sebesar 32 persen.


Tarif Balasan Meningkat, Dunia Panik


Ketegangan meningkat tajam setelah Tiongkok membalas dengan mengenakan tarif tinggi terhadap produk-produk asal AS. AS kemudian melipatgandakan beban tarif hingga menyentuh angka fantastis: 145 persen untuk barang-barang asal Tiongkok.


“Ini benar-benar gila dan sulit diterima secara logika ekonomi manapun,” tulis pengamat geopolitik Yakub F. Ismail dalam analisanya. Tarif ekstrem ini tak hanya membebani perdagangan bilateral, tetapi juga menimbulkan efek domino bagi seluruh negara yang terhubung dalam rantai perdagangan global—termasuk Indonesia.


Indonesia dalam Persimpangan Strategis


Sebagai negara dengan hubungan dagang kuat terhadap kedua negara adidaya, Indonesia berada dalam posisi rawan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Tiongkok adalah mitra dagang utama Indonesia dengan nilai ekspor mencapai USD 64,93 miliar pada 2023. Di posisi kedua, ekspor Indonesia ke AS mencapai USD 23,25 miliar.



Produk-produk unggulan Indonesia seperti batu bara, nikel, minyak kelapa sawit, dan tekstil bisa terdampak jika perang tarif terus berlanjut. Ditambah lagi, Tiongkok berpotensi membanjiri pasar Indonesia dengan barang-barang yang tak lagi bisa diekspor ke AS, memicu persaingan harga yang merugikan produk dalam negeri.


Langkah Strategis Pemerintah


Dalam menghadapi gejolak ini, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah konkret dan strategis:


1. Perkuat Fondasi Ekonomi Nasional: Pemerintah harus menjaga stabilitas makroekonomi, mendorong kemandirian industri, dan memperkuat ketahanan sektor strategis dalam negeri.


2. Penyesuaian Regulasi Impor: Diperlukan regulasi ketat untuk mengendalikan masuknya barang asing, terutama dari negara yang terkena dampak tarif tinggi dari AS. Tanpa perlindungan yang memadai, produk lokal akan sulit bersaing.


3. Sinergi dengan Dunia Usaha: Komunikasi aktif dan intensif dengan pelaku usaha wajib dilakukan untuk merespons dinamika global secara adaptif. Pelaku bisnis merupakan garda terdepan yang paling terdampak oleh fluktuasi ekonomi global.


4. Pendekatan Diplomatik Cerdas: Indonesia juga perlu mengambil langkah diplomasi strategis untuk menjalin komunikasi yang konstruktif dengan AS dan Tiongkok. Di tengah konflik ini, peluang baru bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam peta perdagangan global.


Kesimpulan


Di balik tantangan besar ini, terselip peluang bagi Indonesia untuk memantapkan diri sebagai kekuatan ekonomi kawasan. Kunci utamanya adalah strategi, regulasi yang adaptif, serta kemampuan membaca peluang di tengah krisis global. ( Red) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update