CNEWS, Jakarta — Aktivis hukum dan alumni Lemhannas RI PPRA 48/2012, Wilson Lalengke, menyerukan agar Panglima TNI dan Komandan Paspampres mengevaluasi pengawalan terhadap Presiden RI periode 2014–2024, Joko Widodo (Jokowi). Seruan ini disampaikan terkait ketidakhadiran Jokowi dalam sejumlah panggilan persidangan perdata yang menyinggung dugaan pemalsuan ijazah—sebuah perkara yang sempat mencuat secara publik namun belum mendapatkan konfirmasi langsung dari pihak terlapor.
Dalam pernyataannya, Wilson menilai bahwa mangkirnya seorang mantan kepala negara dari proses pemanggilan pengadilan berpotensi menimbulkan preseden buruk bagi supremasi hukum di Indonesia.
“Dalam negara hukum, semua warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum. Ketidakhadiran dalam panggilan pengadilan, siapa pun yang melakukannya, dapat dipandang sebagai bentuk pembangkangan terhadap sistem peradilan,” ujar Wilson.
Sorotan terhadap Fungsi Paspampres
Wilson juga menyoroti keberadaan Paspampres yang tetap melekat pada pengawalan Jokowi sebagai mantan presiden. Menurutnya, pasukan pengamanan negara tidak boleh dipersepsikan sebagai instrumen untuk menghindari proses hukum.
“Paspampres adalah institusi negara, bukan perisai pribadi. Jika pengawalan digunakan untuk tujuan yang dapat ditafsirkan menghambat proses pengadilan, maka integritas institusi dapat tercoreng,” tegasnya.
Ia meminta agar Panglima TNI melakukan evaluasi internal terhadap pola pengamanan mantan presiden, khususnya ketika yang bersangkutan sedang menghadapi panggilan hukum.
Penegasan Pentingnya Keteladanan Mantan Presiden
Wilson menekankan bahwa pejabat negara, terutama presiden atau mantan presiden, memiliki kewajiban moral untuk memberikan contoh dalam kepatuhan hukum.
“Justru karena pernah memimpin negara, seorang presiden seharusnya menjadi teladan dalam mematuhi proses hukum. Ketidakhadiran tanpa alasan yang jelas menimbulkan pertanyaan publik,” ujarnya.
Ia menegaskan, desakan evaluasi Paspampres bukan didorong oleh sentimen pribadi, tetapi oleh keinginan menjaga kredibilitas lembaga pertahanan dan supremasi hukum nasional.
Peringatan agar Institusi Negara Tidak Terseret Kepentingan Politik
Menurut Wilson, lembaga negara tidak boleh dipersepsikan condong pada perlindungan individu tertentu, terlebih ketika yang bersangkutan sedang berhadapan dengan proses hukum yang menjadi sorotan publik.
“Negara tidak dapat membiarkan fasilitas publik digunakan seolah-olah sebagai tameng dari kewajiban hukum. Institusi harus tetap independen dari kepentingan pribadi,” katanya.
Wilson menegaskan bahwa kritik dan seruannya merupakan bagian dari tanggung jawab moral sebagai warga negara serta petisioner HAM di forum internasional.
Seruan Transparansi untuk Menjaga Kepercayaan Publik
Menutup pernyataannya, Wilson mendorong pihak terkait untuk mengambil langkah yang dapat memperkuat akuntabilitas publik, termasuk memberikan ruang bagi Jokowi untuk menyampaikan klarifikasi terbuka terhadap tuduhan yang berkembang.
“Jika memang tidak bersalah, hadir dan memberikan pembelaan di pengadilan justru akan memperkuat legitimasi moral. Transparansi adalah kunci menjaga kepercayaan publik,” tutup Wilson. ( Tim)
.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar