CNEWS, Sumatera Utara — Krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di sejumlah wilayah Sumatera Utara kian memanas. Antrean kendaraan di SPBU mengular hingga berkilometer, bahkan berlangsung sampai dini hari hingga harus menginap di mobil , sementara aktivitas warga lumpuh. Di tengah situasi genting ini, penjual BBM eceran mendadak menjamur dengan harga liar mencapai Rp 50 ribu per botol besar air mineral, memicu kemarahan publik dan kegaduhan di media sosial.
Fenomena kelangkaan paling parah terpantau di Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai, serta Dolok Masihul, di mana banyak warga mengaku tidak dapat bekerja, tidak bisa pulang, hingga kehilangan penghasilan harian.
“Semahal Apa Pun Dibeli. Mau Tak Mau!” — Warga Tercekik Kelangkaan BBM
Bagi warga, kenaikan harga eceran yang tidak masuk akal tetap harus dihadapi karena tidak ada pilihan.
Bu Ani, ibu rumah tangga di Tebing Tinggi saat di persimpangan jalan , mengungkapkan:
“Daripada harus antre panjang begitu, semahal apa pun mau tidak mau harus dibeli. Kami emak-emak harus ke pasar, antar anak sekolah, masak pagi, suami kerja. Jadi terpaksa.”
Seorang pekerja pabrik yang enggan disebutkan namanya juga mengeluhkan dampak berat krisis ini:
“Bagaimana mau bekerja kalau begini? Perusahaan menuntut datang tepat waktu. Kepala pening, uang pun tidak berguna kalau untuk beli BBM saja sulit.”
Di Dolok Masihul, kondisi serupa dialami banyak warga. Bu Mami menceritakan bahwa saudaranya bahkan terjebak seharian karena BBM sulit didapat:
“Sudah keluar dari pagi tapi tidak bisa pulang karena harus antre BBM. Sampai sekarang belum pulang.”
![]() |
| Poto: viral di medsos BBM eceran dengan harga di bandrol |
Harga Eceran Naik 400%, Pedagang Liar Menjamur — Pemerintah Dinilai Abai
Ledakan pedagang eceran di pinggir jalan tak terbendung. Botol berisi BBM dijual Rp 50 ribu per botol besar air mineral dan tetap ludes dibeli warga.
Situasi ini memicu kekhawatiran serius:
- Harga liar naik lebih dari 400%
- UMKM merugi, pekerja tak bisa beraktivitas
- Inflasi lokal berpotensi meningkat
- Risiko kericuhan di SPBU semakin besar
Publik menilai pemerintah terkesan lamban dan minim komunikasi dalam menangani krisis yang sudah berada pada tahap darurat.
![]() |
| Poto: mobil plat merah dari medsos |
“Mobil Dinas Ikut Antre atau Tidak?” — Pertanyakan Publik yang Viral
Di tengah derita warga, muncul pertanyaan yang memicu perdebatan luas di kalangan masyarakat:
“Apakah mobil dinas pejabat ikut antre seperti rakyat? Atau mereka punya jalur khusus?”
Warganet mempertanyakan:
- Apakah kendaraan dinas mendapat prioritas atau akses tersendiri?
- Apakah BBM bersubsidi disalahgunakan oleh oknum pejabat?
- Apakah pejabat benar-benar merasakan antrean panjang yang memakan waktu berjam-jam bahkan harus bermalam di kendaraan ?
Desakan publik agar pemerintah membuka data penggunaan BBM kendaraan dinas semakin menguat. Transparansi dianggap penting untuk mencegah privilege dan penyalahgunaan kewenangan.
Perbandingan Lapangan: “Kisaran Normal, Medan dan Sekitarnya Kritis”
Pantauan langsung jurnalis CNEWS Jumigan Sinaga di wilayah Kabupaten Asahan (Kisaran) menunjukkan bahwa kondisi SPBU di sana normal dan tidak terjadi antrean panjang seperti di wilayah Medan, Deliserdang, Tebing Tinggi, dan Serdang Bedagai.
Data lapangan yang kontras ini semakin menambah tanda tanya:
- Apakah distribusi BBM tidak merata?
- Apakah ada hambatan suplai di depo-depo tertentu?
- Apakah ada indikasi penimbunan di wilayah rawan?
Desakan Meningkat: Pemerintah Diminta Bergerak Sebelum Situasi Meledak
Gelombang protes dan keluhan warga semakin deras. Pemerintah pusat, Pemprov Sumut, dan Pertamina didesak untuk segera:
1. Menormalisasi suplai BBM ke SPBU yang mengalami antrean ekstrem.
2. Mengusut penyebab kelangkaan — suplai, distribusi, atau penimbunan.
3. Memberikan informasi resmi dan transparan agar tidak terjadi kepanikan.
4. Menindak spekulan dan pedagang eceran yang menjual BBM dengan harga tidak wajar.
5. Mengawasi ketat penggunaan BBM untuk kendaraan dinas pemerintah.
Kelangkaan BBM di Sumut Sudah Menjadi Masalah Sosial, Bukan Sekadar Masalah Pasokan
Dampak krisis ini semakin luas:
- Kemacetan massal di berbagai titik
- Gangguan mobilitas pekerja dan pelajar
- Kerugian ekonomi harian bagi pedagang kecil
- Ledakan harga BBM liar
- Potensi ketegangan sosial meningkat
- Risiko konflik di SPBU semakin besar
Jika pemerintah tidak bergerak cepat dan tegas, krisis BBM ini berpotensi berubah menjadi instabilitas publik yang meluas di Sumatera Utara. ( Tim/ RI)



.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar