CNEWS | MEDAN — Keputusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar mencopot Musa Rajekshah (Ijeck) dari jabatan Ketua DPD I Partai Golkar Sumatera Utara memicu gelombang perlawanan terbuka dari sejumlah Ketua DPD II kabupaten/kota. Mereka menilai keputusan tersebut tidak berdasar, sarat kepentingan elit, dan berpotensi memecah soliditas partai menjelang agenda politik strategis.
Penunjukan Ahmad Doli Kurnia Tanjung sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD Golkar Sumut melalui SK DPP Golkar Nomor: Skep-132/DPP/GOLKAR/XII/2025 dinilai sebagai bentuk kezaliman struktural terhadap Ijeck, yang selama ini dianggap berhasil membesarkan Golkar di Sumut.
Ketua DPD II Golkar Pematangsiantar, Mangatasi Silalahi, menyebut keputusan DPP sebagai preseden buruk dalam sejarah partai berlambang pohon beringin itu.
“Sebagai kader, saya sangat sedih dan miris. Golkar ini partai kader, bukan partai yang dikuasai ‘bos’. Keputusan ini tidak mencerminkan nilai dan tradisi Golkar,” tegas Mangatasi, Kamis (18/12/2025).
Tuding Ada Kekuatan Besar di Balik SK DPP
Mangatasi secara terbuka menuding adanya kekuatan besar yang menyetir terbitnya SK pencopotan Ijeck. Ia menilai keputusan tersebut tidak memiliki landasan organisatoris yang sah dan terkesan dipaksakan.
“Saya tegaskan, keputusan ini disetir oleh segelintir kekuatan yang ingin menjatuhkan citra Golkar. Sebagai kader, saya akan melawan,” ujarnya lantang.
Ia juga membantah alasan DPP terkait belum terlaksananya Musda Golkar Sumut. Menurutnya, ketiadaan jadwal Musda justru akibat DPP sendiri yang tak pernah memberikan kepastian waktu.
“Ijeck selalu siap melaksanakan Musda kapan pun DPP memerintahkan. Jangan dibalik seolah-olah ini kesalahan DPD,” katanya.
Ijeck Dinilai Berprestasi, Golkar Menang Pileg di Sumut
Mangatasi menegaskan, pencopotan Ijeck justru mengabaikan fakta prestasi politik. Di bawah kepemimpinannya, Golkar Sumut berhasil memenangkan Pileg dan merebut kursi Ketua DPRD Sumut, capaian yang jarang terulang sejak era reformasi.
“Harusnya dipertahankan, bukan dibuang seenaknya. Ini tidak adil dan tidak beretika,” tegasnya.
Desakan Keras: Copot Bahlil Lahadalia
Dalam pernyataan paling keras, Mangatasi bahkan menyebut Bahlil Lahadalia sebagai pihak yang seharusnya dievaluasi dan di-Plt-kan, bukan Ijeck.
“Kalau mau jujur, yang seharusnya di-Plt-kan itu Ketua Umum. Bukan Ijeck. Ini peringatan keras,” ujarnya.
Ia menyerukan seluruh kader Golkar di Sumut untuk solid melakukan perlawanan internal demi menyelamatkan partai dari dominasi elit yang dinilai tidak lahir dari kaderisasi bawah.
Ancaman Keluar Partai
Nada serupa disampaikan Ketua DPD II Golkar Tapanuli Utara, FL Fernando Simanjuntak, yang menyebut SK DPP tersebut sebagai putusan ‘abal-abal’ tanpa dasar yang jelas.
“Orang dicopot tanpa tahu salahnya apa. Kalau ini dibiarkan, siapa pun ketua DPD II bisa bernasib sama,” katanya.
Fernando bahkan secara tegas mengancam akan keluar dari Partai Golkar jika keputusan pencopotan Ijeck tidak dibatalkan.
“Buat apa membesarkan partai jika sewaktu-waktu bisa dibuang oleh kekuatan luar. Kalau SK ini tidak dicabut, saya siap keluar,” pungkasnya.
Fakta SK DPP
Diketahui, SK DPP Golkar ditetapkan di Jakarta pada 14 Desember 2025, ditandatangani langsung oleh Ketua Umum Bahlil Lahadalia dan Sekjen Muhammad Sarmuji. Ahmad Doli Kurnia Tanjung ditunjuk sebagai Plt Ketua DPD Golkar Sumut hingga terlaksananya Musda.
Namun yang menjadi sorotan, hanya jabatan Ketua DPD I yang diganti, sementara seluruh pengurus lain hasil revitalisasi periode 2020–2025 tetap dipertahankan—memunculkan tanda tanya besar soal motif dan konsistensi keputusan DPP.
Situasi ini menandai konflik terbuka paling serius di tubuh Golkar Sumatera Utara dalam satu dekade terakhir, dan berpotensi bereskalasi menjadi perlawanan struktural terhadap kepemimpinan pusat. ( Red/ RI)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar