Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan Natal

Iklan Natal

Dana Darurat Bencana Tak Berdampak, Desa Bukit Selamat Justru “Tak Selamat” di Bawah Kepemimpinan Kades ARKO Rahnanda Sagala

Minggu, 14 Desember 2025 | Minggu, Desember 14, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-12-13T17:32:55Z


CNEWS, LANGKAT — Dana penanggulangan bencana dan keadaan mendesak yang nilainya ratusan juta rupiah diduga tidak berdampak nyata bagi warga Desa Bukit Selamat, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, pasca banjir dan longsor yang terjadi pada Rabu, 25 November 2025.


Alih-alih mendapat perlindungan dan bantuan cepat dari pemerintah desa, warga justru harus bertahan sendiri, bahkan patungan uang pribadi untuk menyewa alat berat demi membuka akses jalan yang tertimbun longsor.


Situasi ini memunculkan sorotan tajam terhadap kinerja Kepala Desa Bukit Selamat, ARKO Rahnanda Sagala, yang oleh publik dinilai lamban, minim empati, dan gagal menjalankan fungsi kepemimpinan dalam situasi darurat.



Bencana Nyata, Respons Desa Nyaris Nihil


Banjir dan longsor yang melanda wilayah Besitang berdampak cukup parah di Desa Bukit Selamat, khususnya Dusun VIII Seusirah. Sejumlah rumah warga dilaporkan rusak berat, hancur, bahkan ada yang hilang terbawa arus banjir.


Meski tidak menimbulkan korban jiwa, hingga berminggu-minggu pascabencana:


  • Belum ada pendataan resmi korban oleh pemerintah desa
  • Tidak ada bantuan langsung dari Dana Desa
  • Bantuan yang masuk sepenuhnya berasal dari inisiatif pribadi dan kelompok masyarakat luar

“Belum ada apa-apa. Jangankan bantuan, didata aja belum,” ungkap warga Dusun VIII Seusirah kepada awak media.

 

Listrik Padam, Jalan Terputus, Warga Terisolasi


Di Dusun XII Bukit Parulian, longsor menimbun akses jalan utama. Kondisi serupa terjadi di Kampung Seikundur (Nauli dan Dairi), serta Kampung Sibetung dan Alur Tengah, yang mengalami banjir besar dan longsor.


Hingga kini, di beberapa titik:


  • Akses jalan masih tertutup material longsor
  • Aliran listrik masih padam
  • Aktivitas ekonomi dan pendidikan warga lumpuh




Warga Terpaksa Atasi Sendiri: Swasembada Sewa Excavator


Karena tidak kunjung mendapat respons cepat dari pemerintah desa, warga Kampung Alur Tengah–Sibetung akhirnya mengambil langkah ekstrem: patungan menyewa alat berat jenis excavator secara swadaya.


Setiap kepala keluarga rata-rata mengeluarkan Rp500 ribu, bahkan ada yang mencapai Rp1,5 juta, demi membuka akses jalan agar:


  • Anak-anak bisa kembali bersekolah
  • Aktivitas harian bisa berjalan normal

“Syukur kami bang, nggak ngarap beko (excavator) dari desa. Nunggu kapan sampai sini? Anak-anak mau sekolah,” ujar seorang warga.

 

Ironisnya, excavator milik pemerintah desa baru diturunkan setelah pekerjaan warga selesai. Itu pun hanya satu unit, dan justru digunakan di jalan kebun sepanjang jalur rel kereta api, bukan di titik-titik longsor utama yang masih menghambat akses warga.


Fakta ini dinilai sebagai bukti lemahnya manajemen bencana Pemerintah Desa Bukit Selamat.



Dana Besar, Hasil Kecil: Ke Mana Dana Darurat?


Berdasarkan Infografis APBDes Desa Bukit Selamat Tahun Anggaran 2025, desa ini menerima pendapatan sangat besar:


  • Dana Desa (DD) dari APBN: Rp1.368.871.000
  • Alokasi Dana Desa (ADD) dari APBD: Rp755.149.000
  • Bagi Hasil Pajak & Retribusi Daerah: Rp117.659.000

Total Pendapatan Desa 2025: Rp2.241.679.000

Namun besarnya anggaran ini tidak tercermin dalam penanganan bencana di lapangan.


Dugaan Mark-Up Anggaran Penanggulangan Bencana


Investigasi dokumen anggaran menemukan kejanggalan serius:


  • Bidang Penanggulangan Bencana, Darurat dan Mendesak Desa
    Sub Bidang Keadaan Mendesak: Rp136.800.000

  • Dana Darurat dari Kementerian Desa (sesuai pengajuan):
    Rp156.600.000


Terdapat selisih signifikan, yang menimbulkan dugaan mark-up anggaran. Ini baru satu sub-bidang dari banyak pos belanja desa lainnya.


Publik mempertanyakan:


  • Ke mana dana darurat yang setiap tahun dianggarkan?
  • Mengapa saat bencana nyata terjadi, tidak ada aksi cepat dan konkret?
  • Apakah anggaran hanya formalitas di atas kertas?

Lima Tahun Menjabat, Dinilai Gagal Hadapi Krisis


Kades ARKO Rahnanda Sagala diketahui telah memasuki periode kelima tahun kepemimpinannya. Seharusnya, pengalaman tersebut membuatnya sigap dan tanggap dalam kondisi darurat.


Namun fakta lapangan justru menunjukkan:


  • Dana ada, respons tidak ada
  • Warga bergerak, pemerintah desa tertinggal
  • Negara absen di saat paling dibutuhkan

“Udahlah, biar kami aja yang atasi. Tau sendirilah,” ujar warga dengan nada pasrah.


Desakan Penegak Hukum Turun Tangan


Melihat ketidaksesuaian antara anggaran dan realisasi, publik mendesak Mabes Polri dan Kejaksaan Tinggi (Kejati), baik di daerah maupun pusat, untuk:


  • Menyelidiki dugaan penyalahgunaan Dana Desa
  • Mengaudit penggunaan dana darurat dan mendesak
  • Mengungkap kemungkinan praktik mark-up dan maladministrasi

Bahkan, muncul dugaan adanya relasi “harmonis” antara pemerintah desa dengan lembaga pengawas seperti BPK dan BPKP, sehingga dugaan penyimpangan anggaran selama ini tidak tersentuh hukum.


Kesimpulan Investigasi


Investigasi ini menemukan indikasi kuat bahwa Dana Darurat Bencana Desa Bukit Selamat tidak berdampak nyata bagi warga terdampak, sementara masyarakat dipaksa bertahan dengan cara swadaya.

Desa bernama Bukit Selamat justru menjadi simbol ironi:
Dana besar, respons kecil. Anggaran ada, kepemimpinan dipertanyakan.

Publik kini menunggu:
Apakah aparat penegak hukum berani masuk, atau warga kembali dibiarkan berjuang sendiri? ( Tim/Red) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update