CNEWS, PAPUA — Aktivis lingkungan dan masyarakat sipil Papua secara tegas menolak rencana penanaman kelapa sawit di Tanah Papua yang mencuat dalam agenda percepatan pembangunan pemerintah pusat. Penolakan ini disampaikan langsung oleh Ketua LSM WGAB Papua, Yerry Basri Mak, SH, MH, yang menilai program tersebut berpotensi menimbulkan kerusakan hutan dan bencana ekologis.
Kepada CNEWS, Yerry Basri Mak mengungkapkan bahwa dalam pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan para gubernur, bupati, dan wali kota se-Tanah Papua, dibahas sejumlah agenda strategis percepatan pembangunan Papua, termasuk sektor ekonomi berbasis sumber daya alam.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Prabowo juga menyampaikan kebijakan kenaikan dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua dari Rp10 triliun menjadi Rp12 triliun, yang dinilai sebagai langkah besar dalam mendukung pembangunan Papua.
“Kenaikan dana Otsus ini sangat luar biasa dan harus benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat Papua, bukan untuk kepentingan elit,” ujar Yerry.
Presiden Ingatkan Kepala Daerah
Menurut Yerry, Presiden Prabowo secara tegas mengingatkan para kepala daerah di Papua agar tidak menyalahgunakan dana Otsus, termasuk kebiasaan bepergian ke luar negeri maupun terlalu lama berada di Jakarta.
Presiden bahkan disebut telah meminta Menteri Dalam Negeri untuk melakukan pengawasan ketat terhadap kinerja gubernur, bupati, dan wali kota di seluruh Papua.
“Presiden menegaskan agar uang Otsus tidak dipakai untuk jalan-jalan ke luar negeri. Kepala daerah diminta fokus bekerja di Papua,” ungkapnya.
Penolakan Tegas Penanaman Sawit
Namun demikian, Yerry menegaskan bahwa aktivis Papua secara bulat menolak agenda penanaman kelapa sawit di hutan Papua, yang dinilai berisiko besar merusak ekosistem hutan hujan tropis terakhir Indonesia.
“Kami menolak keras pembongkaran hutan untuk sawit. Itu berarti penebangan pohon secara masif dan akan berujung pada bencana banjir,” tegas Yerry.
Ia mencontohkan bencana banjir dan kerusakan lingkungan di Aceh dan Medan, yang menurutnya tidak lepas dari alih fungsi hutan besar-besaran untuk kepentingan industri, termasuk perkebunan sawit.
“Kami tidak mau Papua bernasib sama seperti Aceh dan Medan. Papua adalah benteng terakhir hutan Indonesia,” katanya.
Desak Pembangunan Berbasis Lingkungan
Aktivis Papua mendesak agar percepatan pembangunan dilakukan dengan pendekatan berkelanjutan, menghormati hak masyarakat adat, serta menjaga kelestarian hutan Papua.
“Pembangunan tidak boleh mengorbankan hutan dan masa depan generasi Papua. Jika sawit dipaksakan, kami akan melawan,” pungkas Yerry Basri Mak.
( YBM/RI)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar