Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Kapolda Diminta Bongkar Sindikat TPPO Jaringan Medan –Dumai–Malaysia: Warga Marindal II Diduga Jadi Pengurus Administrasi Pemberangkatan TKI Ilegal

Senin, 03 November 2025 | Senin, November 03, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-03T06:42:34Z
Poto: lokasi Rumah Yang di duga Tempat aktivitas Perdagangan Orang 


CNEWS, Deli Serdang — Dugaan praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kembali mencuat di wilayah Sumatera Utara. Seorang wanita berinisial SR alias Sri (Nining), warga Perumahan Pondok Nusantara, Jalan Balai Desa Marindal II, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, diduga menjadi pengurus administrasi pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal ke Malaysia.


Kasus ini disinyalir merupakan bagian dari jaringan perdagangan manusia lintas provinsi yang menghubungkan Sumatera Utara, Riau, hingga Malaysia. Aktivitas ilegal tersebut disebut-sebut telah berlangsung cukup lama dan melibatkan sejumlah pihak di lapangan, termasuk dugaan keterlibatan oknum aparat di perbatasan.


Landasan Hukum dan Definisi TPPO

Perbuatan yang diduga dilakukan Sri (Nining) termasuk dalam kategori Tindak Pidana Perdagangan Orang, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO).
Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa perdagangan orang adalah setiap tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang melalui ancaman kekerasan, penculikan, penyekapan, penipuan, atau penyalahgunaan kekuasaan, untuk tujuan eksploitasi.


Selain itu, tindakan tersebut juga melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, yang secara tegas mewajibkan seluruh proses penempatan TKI dilakukan melalui mekanisme resmi BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia).
Pelanggaran atas ketentuan ini dapat dikenai hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp600 juta.


Modus Perekrutan dan Jalur Keberangkatan


Berdasarkan hasil penelusuran media , Sri (Nining) berperan sebagai agen lapangan sekaligus koordinator administrasi yang bertugas mencari calon tenaga kerja, baik laki-laki maupun perempuan, dari berbagai daerah di Sumatera Utara.
Para calon pekerja dijanjikan pekerjaan layak dan gaji tinggi di Malaysia, dengan biaya pemberangkatan sekitar 6.000 Ringgit Malaysia atau setara dengan Rp20 juta.


Namun, pemberangkatan tidak dilakukan melalui jalur resmi BP2MI, melainkan menggunakan jalur laut ilegal via Pelabuhan Dumai, Riau. Setelah perekrutan di Deli Serdang selesai, para calon pekerja diserahkan kepada seseorang bernama Jon, warga Dumai, yang berperan mengatur keberangkatan hingga ke Malaysia.


“Biasanya calon TKI dijemput di loket bus Dumai, lalu langsung diberangkatkan ke pelabuhan. Setibanya di Selangor, mereka dipertemukan dengan seseorang bernama Mr. Lee, yang menjadi penyalur tenaga kerja di Malaysia,” ujar salah satu sumber terpercaya kepada CNews, Sabtu (1/11/2025).


Sistem Keuntungan dan Dugaan Keterlibatan Oknum


Dari hasil penelusuran, setiap calon TKI harus membayar biaya pengurusan sekitar 6.000 Ringgit Malaysia. Dana itu dibagi antara agen di Indonesia dan penghubung di Malaysia.
Selain itu, agen Indonesia seperti Sri (Nining) juga disebut mendapat komisi tambahan berupa pembagian gaji pekerja selama empat bulan pertama, dengan nilai sekitar Rp3 juta per bulan per orang.


Sumber CNews menyebutkan adanya indikasi keterlibatan oknum di lingkungan Imigrasi Dumai, yang diduga menerima imbalan untuk memuluskan keberangkatan ilegal para pekerja ke Malaysia.


“Ada dugaan oknum Imigrasi yang terlibat. Jalur laut Dumai memang sudah lama jadi pintu keluar TKI non-prosedural karena pengawasan longgar dan banyak pelabuhan kecil yang tidak resmi,” ungkap sumber investigasi.

 

Tidak Menanggapi Konfirmasi

Tim media  telah berupaya mengonfirmasi langsung kepada Sri (Nining) melalui pesan WhatsApp dan panggilan telepon untuk mendapatkan klarifikasi atas dugaan keterlibatan dirinya.


Namun hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan. Nomor ponselnya tetap aktif 

( 0812622197XXX)  tetapi pesan yang dikirimkan tidak dibalas.


Desakan Penegakan Hukum

Warga sekitar Perumahan Pondok Nusantara mengaku resah dengan aktivitas mencurigakan di rumah yang dihuni Sri.


“Kami sering lihat orang datang silih berganti. Katanya mau kerja ke Malaysia, tapi jalurnya tak jelas. Kami minta polisi segera bertindak sebelum ada korban baru,” ujar salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.

 

Desakan juga datang dari tokoh masyarakat dan pemerhati pekerja migran. Mereka meminta Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto, S.I.K., M.H. dan Kapolda Riau Irjen Pol Dr. Herry Heryawan, S.I.K., M.H., M.Hum. segera membentuk tim gabungan lintas wilayah untuk mengungkap jaringan TPPO ini hingga ke akar-akarnya.


“Korban perdagangan manusia tidak boleh terus bertambah. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi kejahatan kemanusiaan yang menghancurkan masa depan warga miskin. Kami minta Polda Sumut dan Polda Riau bersinergi membongkar jaringannya,” ujar seorang aktivis perlindungan TKI di Medan.


Analisis: Jalur Laut Dumai Masih Jadi Titik Rawan TPPO


Kasus ini menambah panjang daftar pengiriman pekerja ilegal melalui jalur laut Sumatera Timur. Dumai–Malaysia menjadi rute favorit jaringan TPPO karena pengawasan pelabuhan yang longgar dan banyaknya pelabuhan tikus di perairan tersebut.


Menurut data dari  BP2MI, hingga pertengahan 2025, tercatat lebih dari 1.700 pekerja migran non-prosedural asal Sumatera Utara dan Riau dideportasi dari Malaysia. Sebagian besar diberangkatkan melalui Dumai, Tanjung Balai, dan Batam menggunakan dokumen palsu atau tanpa dokumen sama sekali.


“Modusnya selalu sama: janji kerja cepat, gaji besar, dan tanpa proses rumit. Korban mayoritas perempuan, ibu rumah tangga, atau warga ekonomi lemah,” ujar Aktivis wilayah Sumatera Utara yang dikonfirmasi terpisah.

 

Kesimpulan dan Seruan Publik

Dugaan kuat, Sri (Nining) hanyalah salah satu mata rantai dari jaringan TPPO lintas provinsi yang beroperasi dari Deli Serdang – Dumai – Malaysia.
Jaringan ini memperlihatkan pola sistematis: perekrutan di Medan dan sekitarnya, pengiriman lewat Dumai, dan penempatan ilegal di Selangor–Malaysia.


CNews mencatat bahwa praktik perdagangan manusia seperti ini bukan hanya pelanggaran hukum nasional, tetapi juga pelanggaran berat terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).


Masyarakat menuntut penegakan hukum yang transparan dan menyeluruh, tidak berhenti pada pelaku lapangan, melainkan menembus aktor intelektual dan oknum aparat yang diduga melindungi praktik ini.


“Penegakan hukum atas kasus TPPO bukan hanya soal menindak pelaku, tapi juga menyelamatkan martabat bangsa. Jangan sampai warga miskin terus dijadikan komoditas,” tegas aktivis HAM Sumut kepada redaksi CNews. ( Tim/Red) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update