CNEWS , Medan — Sidang lanjutan perkara korupsi proyek peningkatan dan pembangunan jalan di Sumatera Utara kembali menyeret nama-nama pejabat penting. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (15/10/2025), majelis hakim mengungkap daftar penerima uang haram dari hasil pengaturan tender proyek infrastruktur jalan.
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Khamozaro Waruwu itu menghadirkan dua terdakwa utama, yaitu Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup (DNG), serta anaknya, Muhammad Rayhan Dulasmi, Direktur PT Rona Mora. Keduanya didakwa menyalurkan dana suap untuk memenangkan proyek jalan di sejumlah kabupaten/kota di Sumut.
Hakim Buka Daftar Uang Fee ke Pejabat PUPR
Dalam agenda pemeriksaan saksi, bendahara PT DNG, Mariam, dihadirkan ke persidangan untuk menjelaskan catatan aliran dana perusahaan. Saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan pertanyaan, Hakim Khamozaro tiba-tiba menghentikan interogasi dan meminta klarifikasi langsung kepada saksi.
“Tunggu dulu, apakah ini benar?” tanya Khamozaro sebelum membacakan daftar nama yang tertulis dalam catatan keuangan DNG.
Mariam mengaku bahwa pencatatan tersebut merupakan bagian dari laporan keuangan internal perusahaan yang mencatat pengeluaran “fee proyek”. Dana itu, katanya, diberikan kepada sejumlah pejabat di lingkungan Dinas PUPR Sumut dan Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Wilayah I Medan.
“Iya, Pak. Sesuai dengan catatan saya, itu benar,” jawab Mariam di hadapan majelis hakim.
Nama-Nama Penerima Fee Terungkap di Persidangan
Majelis hakim lalu membacakan sebagian nama penerima yang disebut dalam daftar tersebut.
Antara lain:
- Dicky Erlangga, Kasatker PJN Wilayah I Medan — menerima Rp875 juta.
- Srigali, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) — Rp102 juta.
- Domu, pejabat di lingkungan Dinas PUPR — Rp290 juta.
- Junaidi dan Maranaek — total Rp998 juta.
- Ahmad Junior, mantan Kadis PUPR Kota Padangsidimpuan — Rp1,2 miliar.
- Elpi Yanti Harahap, mantan Kadis PUPR Kabupaten Mandailing Natal — penerima terbesar mencapai Rp7,272 miliar.
Menurut hakim, data tersebut merupakan hasil verifikasi dari dokumen pembukuan PT DNG dan rekening perusahaan yang telah disita penyidik Kejaksaan.
Modus Pengamanan Tender dan Setoran Berjenjang
Dari keterangan saksi, aliran dana disebut sebagai “biaya pengamanan tender”, di mana perusahaan peserta lelang diwajibkan menyetor sejumlah uang kepada pihak-pihak tertentu agar proyek dapat dimenangkan.
Dana diduga mengalir melalui beberapa lapisan, mulai dari bendahara perusahaan, pejabat PUPR kabupaten/kota, hingga Kasatker dan pejabat provinsi.
Sumber internal di Kejaksaan menyebutkan, pola korupsi seperti ini telah menjadi praktik lama dalam sistem pengadaan jalan di Sumut — dengan potongan antara 5 hingga 15 persen dari nilai proyek.
Dugaan Keterlibatan Jaringan Politik
Menariknya, beberapa nama yang disebut dalam sidang diketahui memiliki hubungan dekat dengan sejumlah figur politik dan pejabat aktif di Sumut. Salah satunya disebut-sebut beririsan dengan lingkar kekuasaan di Kota Medan, meski belum dikonfirmasi secara resmi oleh penegak hukum.
“Pengungkapan ini baru permulaan. Kami akan dalami semua aliran dana, termasuk kemungkinan adanya penerima lain di luar struktur PUPR,” ujar salah satu anggota tim JPU usai sidang.
Sidang Dilanjutkan Pekan Depan
Majelis hakim menjadwalkan sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi dari Dinas PUPR Sumut dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), guna menelusuri arus uang proyek secara rinci.
Kasus ini menjadi salah satu skandal korupsi terbesar di sektor infrastruktur Sumut dalam tiga tahun terakhir. Dugaan kerugian negara ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah, sementara nilai suap yang beredar di antara pejabat dan kontraktor disebut menembus angka lebih dari Rp20 miliar. ( Tim - RI)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar