Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Skandal Jalan Rp 231,8 Miliar di Sumut: KPK Dalami Peran Rektor USU, Jejak Lingkaran Bobby Nasution

Sabtu, 27 September 2025 | Sabtu, September 27, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-27T14:21:06Z


CNEWS, Jakarta/Medan, 25 September 2025  – Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara kian melebar. Setelah menetapkan lima orang sebagai tersangka melalui operasi tangkap tangan (OTT), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menyorot keterlibatan Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Prof. Muryanto Amin. Namanya disebut masuk dalam lingkaran politik Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, dan Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Ginting, yang lebih dulu menjadi tersangka.


Fokus KPK: Pergeseran Anggaran dan Peran Akademisi

Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan pihaknya akan memanggil ulang Muryanto sebagai saksi kunci. Tujuannya, mendalami pergeseran anggaran serta dasar penunjukannya dalam lingkar proyek.


“Apakah dia memang di-hire karena expert, karena keahliannya di bidang penganggaran, atau ada masalah lain. Ternyata dia bukan expert, bukan apa, tapi karena kedekatan. Nah, itu yang akan kita dalami dari yang bersangkutan,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta (25/9).

 

Pertanyaan utama penyidik: apakah peran Muryanto benar karena kapasitas akademis, atau sekadar relasi personal dan politik?


OTT KPK: Lima Tersangka dan Fee Rp 8 Miliar

Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang dilakukan awal September 2025. Dalam OTT itu, KPK menyita sejumlah dokumen proyek, uang tunai, serta perangkat komunikasi.


Lima orang ditetapkan sebagai tersangka:

  1. Topan Ginting (TOP) – Kadis PUPR Provinsi Sumut
  2. Rasuli Efendi Siregar (RES) – Kepala UPTD Gunung Tua, Dinas PUPR Sumut
  3. Heliyanto (HEL) – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker PJN Wilayah I Sumut
  4. M. Akhirun Pilang (KIR) – Direktur Utama PT DNG
  5. M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) – Direktur PT RN


KPK menduga Topan Ginting mengatur pemenang lelang proyek jalan senilai Rp 231,8 miliar. Dari pengaturan itu, Topan dijanjikan fee Rp 8 miliar.


Selain itu, Direktur PT DNG dan PT RN, Akhirun dan Rayhan, disebut menarik dana Rp 2 miliar yang rencananya dibagikan kepada sejumlah pejabat sebagai “ucapan terima kasih” atas bantuan memenangkan proyek.


Rektor USU dan Lingkaran Bobby

KPK sebelumnya mengungkap bahwa Muryanto Amin termasuk dalam lingkaran politik Bobby Nasution dan Topan Ginting. Dugaan ini memunculkan spekulasi adanya patronase politik dalam distribusi proyek strategis daerah.


Sebagai Rektor USU, posisi Muryanto semestinya netral dan berorientasi akademis. Namun penyidik mencurigai perannya justru sebagai “legitimasi akademik” atau cover dalam pengaturan anggaran.


Seorang sumber internal KPK menyebut, keterlibatan Muryanto penting untuk diperiksa karena ada indikasi konflik kepentingan antara dunia pendidikan dan kepentingan politik-ekonomi lokal.


Pergeseran Anggaran: Celah Korupsi

Menurut KPK, modus yang digunakan dalam kasus ini salah satunya adalah pergeseran anggaran. Dana proyek jalan diubah pos alokasinya agar bisa diarahkan ke perusahaan tertentu yang sudah ditentukan sebelumnya.

 

“Kalau pergeseran anggaran terjadi untuk memfasilitasi kepentingan pihak tertentu, itu masuk ranah pidana korupsi. Ini yang sedang kita bedah,” jelas Asep Guntur.

 

Skema pergeseran anggaran ini diyakini menjadi pintu masuk praktik kongkalikong antara pejabat PUPR, kontraktor, dan aktor non-teknis seperti akademisi atau tokoh politik.


Catatan Politik, Infrastruktur, dan Kampus

Kasus ini mencerminkan pola lama korupsi proyek daerah: infrastruktur sebagai ladang rente politik. Bedanya, kali ini muncul nama seorang rektor perguruan tinggi negeri, yang menimbulkan pertanyaan serius:


  • Apakah akademisi mulai dijadikan alat legitimasi politik dalam proyek daerah?
  • Sejauh mana kedekatan dengan lingkar kekuasaan memengaruhi distribusi anggaran?
  • Apakah proyek Rp 231,8 miliar ini hanya puncak gunung es dari jaringan patronase politik-ekonomi di Sumut?


Dengan nilai proyek yang besar, janji fee miliaran rupiah, serta keterlibatan pejabat strategis hingga tokoh akademik, kasus ini berpotensi membuka tabir jaringan korupsi sistemik yang menjalar dari pemerintahan daerah, kontraktor, hingga institusi pendidikan.


KPK memastikan penyidikan akan terus berlanjut. Pemanggilan ulang Rektor USU menjadi ujian: apakah benar kapasitas akademik menjadi alasan, atau sekadar kedekatan politik dengan lingkaran kekuasaan Sumut.


“Yang jelas, kami tidak berhenti di lima tersangka. Seluruh pihak yang diduga terlibat, apapun latar belakangnya, akan kami proses,” tutup Asep. ( Red.CN)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update