CNEWS, Jakarta – Proses hukum terhadap Juliet Kristianto Liu (68), Komisaris Utama sekaligus pemilik perusahaan tambang batu bara PT Pipit Mutiara Jaya (PMJ), kini menjadi sorotan tajam publik. Hampir dua bulan ditahan oleh Bareskrim Polri sejak ditangkap di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada 25 Juli 2025, Juliet belum juga dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.
Penundaan ini memicu kecurigaan adanya modus permainan hukum oleh oknum penyidik Bareskrim Polri. Pasalnya, menurut KUHAP Pasal 24–29, masa penahanan penyidik maksimal 60 hari. Jika Juliet ditahan sejak 26 Juli 2025, maka pada 23 September 2025 masa penahanan telah berakhir.
“Semestinya, sebelum masa penahanan habis, tersangka sudah dilimpahkan ke jaksa. Jika tidak, jelas ada yang tidak beres,” tegas Wilson Lalengke, Alumni Lemhannas RI PPRA-48 tahun 2012, Selasa (23/9/2025).
Menurutnya, praktik mempermainkan tempo penanganan perkara demi kepentingan ekonomi telah menjadi “budaya buruk” di tubuh kepolisian, terutama di unit reskrim dari Mabes hingga Polsek.
Kasus Juliet: Simbol Buruknya Penegakan Hukum
Juliet ditangkap setelah menjadi buronan internasional lewat Red Notice Interpol, terkait dugaan penambangan ilegal dan perusakan lingkungan di Desa Bebatu, Tana Tidung, Kalimantan Utara.
Perkara ini sebelumnya telah menyeret Direktur PT PMJ, Muhammad Yusuf, yang divonis bersalah oleh PN Tanjung Selor karena menambang tanpa izin pada 2016–2021.
PT PMJ dijatuhi denda Rp85 miliar: Rp50 miliar untuk penambangan ilegal dan Rp35 miliar untuk kerusakan lingkungan. Perusahaan juga diwajibkan melakukan reklamasi dan restorasi, dengan ancaman penyitaan aset jika mangkir.
Namun hingga kini, Juliet yang diduga memiliki kewarganegaraan ganda (Indonesia–Taiwan/China) belum diseret ke persidangan. Publik menilai ada tarik ulur kepentingan yang membuat penanganan kasus terkesan diperlambat.
Manuver Hukum & Praperadilan
Juliet bersama dua petinggi PT PMJ, Mohammad Yusuf dan Joko Rusdiono, mengajukan gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan pada 9 Agustus 2025. Sidang pertama digelar 22 September 2025.
Langkah ini dinilai sebagai manuver hukum untuk menunda proses pidana. Dampaknya, Juliet tetap ditahan polisi tanpa pelimpahan ke kejaksaan, sebuah kondisi yang oleh pakar hukum disebut “berbahaya bagi integritas proses peradilan”.
Desakan Reformasi & Tuntutan Publik
Wilson Lalengke menegaskan, kasus Juliet harus dijadikan momentum bagi Tim Reformasi Polri yang dibentuk Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk segera masuk membenahi Bareskrim.
“Kasus ini nyata, terjadi di depan mata publik, dan melibatkan kerugian negara miliaran rupiah serta kerusakan lingkungan. Kalau Tim Reformasi Polri diam saja, berarti mereka tidak serius,” ujarnya.
Aktivis lingkungan dan masyarakat Kalimantan Utara juga mendesak agar Juliet segera dilimpahkan ke kejaksaan. Mereka menilai penundaan ini hanya memberi ruang bagi korporasi tambang nakal untuk menghindar dari tanggung jawab.
Kesimpulan Investigatif
- Masa penahanan Juliet Kristianto Liu nyaris kedaluwarsa tanpa pelimpahan ke Kejaksaan.
- Indikasi permainan hukum di Bareskrim Polri kian kuat.
- PT PMJ terbukti bersalah di pengadilan atas penambangan ilegal dan perusakan lingkungan, dengan denda Rp85 miliar.
- Publik menuntut akuntabilitas, baik terhadap Juliet maupun sistem hukum yang memberi ruang manipulasi.
Hingga berita ini diturunkan, Kejaksaan Agung belum merilis jadwal pelimpahan resmi, sementara Mabes Polri juga belum memberikan keterangan terkait dugaan permainan hukum di tubuh Bareskrim. (Tim )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar