CNEWS | Deli Serdang – Perubahan status sebidang lahan di Desa Tadukan Raga, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, membuka babak baru dalam strategi pangan nasional. Lahan seluas 10 hektar yang semula diproyeksikan sebagai Tempat Pemakaman Umum (TPU), kini resmi dialihfungsikan untuk mendukung program ketahanan pangan berbasis pertanian dan peternakan.
Pemilik sah lahan, Surya Bhakti—juga pendiri Yayasan Methodis—menyatakan komitmennya untuk meminjamkan aset pribadinya kepada negara. Langkah ini bukan sekadar kedermawanan, tetapi sebuah pernyataan politik bahwa ketahanan pangan adalah agenda bersama rakyat dan pemerintah.
Legalitas Tak Terbantahkan
Dalam investigasi CNEWS, ditemukan bahwa lahan ini bukan lahan “abu-abu”. Surya Bhakti memperolehnya melalui transaksi sah dari beberapa pemilik, antara lain Sugiman dan Sangat Ginting. Proses jual-beli diikuti dengan administrasi hukum hingga terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kepastian hukum ini menutup ruang bagi spekulasi sengketa tanah—isu yang sering menghambat proyek pangan strategis di daerah.
“Semua sah secara hukum. Sertifikat sudah terbit atas nama saya. Karena itu, lahan ini saya serahkan untuk kepentingan ketahanan pangan bangsa,” ujar Surya Bhakti menegaskan.
Dari TPU ke Lumbung Pangan
Transformasi fungsi lahan ini menyimpan narasi menarik. Awalnya, dokumen desa mencatat area tersebut sebagai calon TPU. Namun dinamika kebutuhan nasional—terutama ancaman krisis pangan global—mendorong pergeseran.
Dengan pola pinjam pakai, lahan tersebut akan dikelola untuk pertanian terpadu dan peternakan rakyat. Model ini diyakini mampu menghasilkan manfaat ganda: memperkuat ketahanan pangan sekaligus menggerakkan ekonomi lokal.
Dimensi Politik-Ekonomi Ketahanan Pangan
Program pangan bukan sekadar urusan teknis bercocok tanam atau beternak. Di baliknya, ada dimensi politik-ekonomi yang besar: bagaimana negara membuktikan kemandiriannya, bagaimana rakyat ikut andil dalam pembangunan, dan bagaimana aset pribadi dapat bertransformasi menjadi kekuatan publik.
Bila lahan 10 hektar ini berhasil menjadi model, ia bisa menjadi preseden penting. Proyek ini berpotensi menjadi prototipe nasional bagaimana kolaborasi antara rakyat dan pemerintah bisa melahirkan lumbung pangan baru tanpa konflik lahan.
Tuntutan Dukungan Pemerintah
Surya Bhakti menekankan, agar proyek ini berkelanjutan, pemerintah harus hadir bukan hanya sebagai regulator, tetapi juga fasilitator.
“Kami siap mendukung. Tapi regulasi dan pengawalan dari pemerintah sangat penting. Jangan sampai program baik ini terhenti di tengah jalan akibat orang - orang yang mencoba mengganggu menghalang - halangi program nasional yang baik ini ,” pungkasnya.
Perjalanan dari “tanah pemakaman” menuju “lumbung kehidupan” ini bukan sekadar soal alih fungsi lahan. Ia adalah simbol: bahwa di tengah krisis pangan global, ada inisiatif lokal yang siap menjawab tantangan. Dan di tangan Surya Bhakti, 10 hektar tanah ini tak lagi sekadar aset pribadi, melainkan modal strategis bangsa.
Reporter: RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar