Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Aktivis Kecam Kekerasan Debt Collector terhadap Dua Wartawan di Labuhan Batu

Minggu, 21 September 2025 | Minggu, September 21, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-21T08:54:35Z

 


CNEWS, Sumut – Kasus kekerasan yang menimpa dua wartawan di Kabupaten Labuhan Batu oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai debt collector menuai kecaman keras. Aktivis dan Ketua LSM WGAB, Yerry Basri Mak, SH, MH, menilai tindakan itu sebagai aksi brutal dan tidak berperikemanusiaan.


“Perbuatan yang dilakukan debt collector terhadap dua wartawan ini sangat keterlaluan. Mereka bertindak seperti preman, bukan penagih yang sah. Kekerasan terhadap jurnalis jelas bentuk pelanggaran hukum dan merusak citra penegakan hukum,” tegas Yerry kepada wartawan, Minggu (21/9/2025).


Menurut Yerry, oknum yang menyebut dirinya debt collector sejatinya hanyalah preman yang dipakai oleh perusahaan pembiayaan atau leasing untuk menagih kendaraan bermotor yang menunggak. “Mereka menggunakan cara-cara intimidasi dan kekerasan, padahal tidak ada dasar hukum yang membenarkan debt collector melakukan penarikan kendaraan di lapangan, apalagi sampai melakukan penganiayaan,” jelasnya.


Tuntutan Penegakan Hukum

Yerry menuntut aparat kepolisian bertindak cepat dengan menangkap dan memproses para pelaku. Ia menegaskan, tindakan main hakim sendiri yang dilakukan kelompok tersebut sudah masuk ranah pidana.


“Kepolisian tidak boleh tutup mata. Semua pelaku harus ditangkap dan diadili sesuai hukum. Ini bukan sekadar soal penagihan kredit, tetapi soal keselamatan warga dan marwah kebebasan pers yang telah diinjak-injak,” tegas Yerry.


Landasan Hukum: Debt Collector Dilarang Pakai Kekerasan


  1. Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018 secara tegas melarang perusahaan pembiayaan menggunakan jasa pihak ketiga dengan cara kekerasan dalam penagihan. Penarikan kendaraan yang menunggak hanya bisa dilakukan berdasarkan putusan pengadilan dan oleh juru sita pengadilan, bukan oleh debt collector jalanan.

  2. Pasal 170 dan Pasal 351 KUHP mengatur ancaman pidana bagi pelaku penganiayaan dan pengeroyokan, dengan hukuman mulai dari penjara ringan hingga berat tergantung akibat yang ditimbulkan.

  3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pada Pasal 18 menegaskan bahwa menghalangi atau melakukan kekerasan terhadap wartawan saat menjalankan tugas jurnalistik adalah tindak pidana, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda hingga Rp500 juta.


“Dengan adanya aturan jelas ini, aparat kepolisian seharusnya tidak punya alasan untuk menunda penindakan. Para pelaku bisa dijerat dengan pasal penganiayaan sekaligus pasal pelanggaran UU Pers,” tambah Yerry.


Tanggung Jawab Leasing

Kasus ini menambah catatan hitam praktik debt collector yang kerap menggunakan kekerasan dalam menagih kendaraan. Para aktivis masyarakat sipil menyerukan agar perusahaan leasing bertanggung jawab penuh atas tindakan preman bayaran mereka.


“Leasing tidak boleh cuci tangan. Mereka harus bertanggung jawab karena telah mempekerjakan preman untuk menagih kendaraan. OJK juga harus turun tangan, jangan sampai praktik ini terus meresahkan masyarakat,” pungkas Yerry. ( Tim ) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update