CNews ,Pelalawan, Riau – Dugaan pencemaran lingkungan kembali menyeruak dari aktivitas Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) PT Sri Indrapura Sawit Lestari (SISL) yang beroperasi di Desa Kerinci Kiri, Kecamatan Kerinci Kanan, Kabupaten Siak. Limbah cair perusahaan itu diduga kuat kembali mencemari aliran Sungai Kiyap Jaya, Kecamatan Seikijang, Kabupaten Pelalawan, pada Senin (25/8).
Dugaan pencemaran tersebut disaksikan langsung warga. Damil (42), penduduk Desa Kiyap Jaya, mengaku melihat aliran limbah dari pabrik melewati parit milik PT Kinabalu Perkasa sebelum bermuara ke sungai.
“Air sungai berubah warna menjadi hitam pekat bercampur minyak. Ikan-ikan mati semua, habitat sungai hancur total. Kami masyarakat sangat dirugikan. Pemerintah jangan tinggal diam,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan Sumarni (53), seorang ibu rumah tangga yang tinggal tak jauh dari aliran sungai. Ia menyebut pencemaran semacam ini bukan hal baru.
“Sejak pabrik itu berdiri, pencemaran berulang kali terjadi. Tahun 2021 malah paling parah. Kalau hanya diberi peringatan atau denda, mereka tidak jera. Kami minta izin operasi PT SISL dicabut karena kerusakan lingkungan sudah kebangetan,” ujarnya dengan nada geram.
Temuan Lapangan
Hasil penelusuran tim media menemukan bekas pembuangan limbah berupa serbuk hitam pekat di jalur aplikasi yang jelas mengindikasikan aktivitas pembuangan ke sungai. Tak lama kemudian, saluran pembuangan itu ditutup kembali oleh pihak perusahaan, diduga untuk menghilangkan jejak.
Kondisi ini memperkuat dugaan adanya pola pelanggaran berulang yang tidak hanya merusak ekosistem sungai, tetapi juga mengancam kesehatan dan sumber penghidupan warga.
Perusahaan Bungkam
Hingga berita ini dipublikasikan, manajemen PT SISL belum memberikan keterangan resmi. Erikson, selaku Manajer PMKS, maupun Dani, Humas perusahaan, tidak merespons upaya konfirmasi tim redaksi.
Desakan Warga
Warga kini mendesak Pemerintah Kabupaten Pelalawan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Riau, dan aparat penegak hukum untuk segera turun tangan. Mereka menilai pencemaran ini sudah masuk kategori pelanggaran serius yang harus ditindak tegas, bukan sekadar diberi sanksi administratif.
Jika pemerintah tak kunjung bertindak, masyarakat berencana melaporkan kasus ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta lembaga penegak hukum di tingkat pusat. ( Syd )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar