Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Kasatreskrim Polres Tebing Tinggi Dicopot Usai Dilaporkan ke Propam Mabes Polri Diduga Tak Profesional dan Berpihak, Praperadilan Tuai Sorotan, Hakim Pakai "Saksi WhatsApp"

Kamis, 17 Juli 2025 | Kamis, Juli 17, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-17T05:57:57Z

 



CNEWS - TEBING TINGGI  — Kasatreskrim Polres Tebing Tinggi, AKP Sahri Sebayang, resmi dicopot dari jabatannya setelah dilaporkan ke Divisi Propam Mabes Polri karena diduga tidak profesional dan berpihak dalam penanganan perkara pidana. Keputusan pencopotan tertuang dalam Surat Telegram Kapolda Sumut No. ST/557/VII/KEP/2025 tertanggal Senin, 14 Juli 2025.


Laporan terhadap AKP Sahri dilayangkan oleh Muhammad Fadli, orang tua Muhammad Fahmi, korban kriminalisasi yang sempat ditahan tanpa alat bukti kuat selama delapan bulan, sebelum akhirnya bebas berdasarkan SP3. Fahmi sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara LP/B/485/XI/2024/SPKT/POLRES TEBING TINGGI/POLDA SUMUT tertanggal 22 November 2024, dengan terlapor Reka Nurmala Sari.


Laporan Resmi ke Mabes Polri: “Penyidik Langgar Etik dan Prosedur”


Pengaduan dengan nomor SPSP2/002805/VI/2025/BAGYANDUAN dikirimkan Muhammad Fadli ke Propam Mabes Polri pada 23 Juni 2025. Ia menilai, penetapan anaknya sebagai tersangka dilakukan secara sewenang-wenang, mengabaikan fakta hukum, dan malah mengabaikan keterangan palsu dari pihak terlapor.


Puncaknya, perkara dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) No. SPPP/526.a/V/RES.1.24/2025/Reskrim tertanggal 23 Mei 2025, setelah delapan bulan penahanan yang dinilai penuh kejanggalan.


Sidang Praperadilan Kontroversial: Hakim Izinkan “Saksi WhatsApp”


Persidangan praperadilan dengan nomor perkara 5/Pid.Pra/2024/PN Tbt yang digelar di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi pada 5 November 2024 menuai kecaman. Hakim Zephania, SH, MH memicu kontroversi lantaran menerima kesaksian melalui aplikasi WhatsApp, tanpa kehadiran langsung saksi di persidangan.


“Kalau saya anak pejabat, proses ini tidak akan seperti ini,” ungkap Fahmi dengan getir, menyoroti dugaan diskriminasi hukum terhadap rakyat kecil.



Dua Bukti Dinilai Lemah dan Tidak Sah


Dalam sidang sebelumnya, 30 Oktober 2024, kuasa hukum Fahmi, M. Ardiansyah Hasibuan, SH, MH, CPCLE, C.Me, menolak dua bukti utama penyidik:


1. Testimonium de auditu (kesaksian tidak langsung), dan

2. Visum et repertum yang baru dibuat tiga bulan setelah kejadian.


“Kesaksian bukan dari saksi mata langsung dan visum yang telat itu tidak sah dijadikan dasar hukum. Ini sangat janggal dan melanggar asas keadilan,” tegas Ardiansyah.


Kecaman dari YLBH Medan Delapan Delapan


Ketua YLBH Medan Delapan Delapan, Muhammad Rizki Ramadhan, SH, yang juga tergabung dalam tim kuasa hukum Fahmi, menyebut tindakan penyidik Polres Tebing Tinggi sebagai bentuk penegakan hukum yang brutal dan tidak manusiawi.


“Bagaimana mungkin penetapan tersangka didasarkan pada informasi dari WhatsApp? Ini preseden buruk dan mencederai sistem hukum kita,” tandas Rizki.


Polres Bungkam, Propam Bertindak


Hingga kini, Polres Tebing Tinggi belum mengeluarkan pernyataan resmi. Humas Polres melalui Ipda Kuasa Ginting, SH, menolak berkomentar dan meminta wartawan menghubungi bagian Humas. Namun, pencopotan Kasatreskrim telah dikonfirmasi lewat Telegram Kapolda Sumut.


Akpersi Sumut: Hakim & Pelapor Harus Dimintai Pertanggungjawaban


Ketua DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) Sumut, R. Syahputra, menilai Hakim Zephania, SH, MH juga harus dimintai pertanggungjawaban karena membuka jalan terjadinya kriminalisasi lewat sidang yang sarat kejanggalan.


“Ini bukan sekadar kelalaian. Hakim harus bertanggung jawab, dan si pelapor, Reka Nurmala Sari, yang diduga membuat laporan palsu, harus dikenai sanksi pidana,” tegas Syahputra. ( Tim ,Red) 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update