Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Dugaan Pungli di Balik PTSL Silakkidir: Biaya Capai Ratusan Juta, Sejarah Tanah Diduga Dikaburkan

Jumat, 18 Juli 2025 | Jumat, Juli 18, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-17T17:10:06Z

 



CNEWS - SIMALUNGUN  – Penyerahan sertifikat program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2024–2025 kepada warga Dusun III, Nagori Silakkidir, Kecamatan Huta Bayu Raja, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, menuai kontroversi. Di balik keberhasilan formal penyerahan 62 sertifikat, muncul dugaan pungutan liar (pungli) dan pengaburan sejarah kepemilikan lahan.



Program yang seharusnya memberikan kepastian hukum bagi masyarakat itu justru menimbulkan polemik setelah warga mengaku dibebani biaya tinggi, berkisar antara Rp8 juta , Rp 20 juta hingga Rp33 juta per sertifikat jika di kalkulasi keseluruhan dari 62 sertifikat mencapai hingga ratusan juta rupiah . Padahal, biaya resmi PTSL sesuai ketentuan nasional dari BPN hanya Rp450.000 per persil.


1. Bukti kwitansi pengutipan terhadap warga desa SILAKKIDIR untuk pengurusan PTSL  BPN Simalungun


Penyerahan sertifikat dilakukan secara simbolis oleh Camat Huta Bayu Raja, Ferry Risdoni Sinaga, didampingi Pangulu Nagori Silakkidir, Heplin Marpaung, serta Babinsa dan Babinkamtibmas dan tokoh masyarakat. Pangulu menyebut total ada 305 titik tanah yang diusulkan, dan baru 62 bidang yang diterbitkan sertifikatnya (56 manual, 6 elektronik). Ia menyatakan kendala administratif akibat pergantian pejabat sebagai alasan keterlambatan.


2 bukti kwitansi pungutan untk pengurusan program sertifikat PTSL BPN Simalungun 


Namun di balik euforia sebagian warga, muncul suara keberatan dari ahli waris pemilik lahan. Jumigan Sinaga, anak kandung Tuan Djintama Sinaga Raja Tanah Jawa Simalungun. dan pemilik asli lahan Dusun III—menyatakan bahwa proses tersebut tidak melibatkan keluarga mereka selaku pemilik sah tanah yang sudah diwariskan secara turun-temurun.


“Tanah itu milik Tuan Djintama Sinaga, anak dari Tuan Panambean Siursa. Kuburannya masih ada di Kampung Panambean I. Kenapa pemerintah desa dan camat tidak pernah berkoordinasi dengan kami sebagai ahli waris?” tegas Jumigan.


Ia juga mengungkap adanya dugaan pungli, menyebut Pangulu dan Camat memungut biaya hingga Rp33, juta per sertifikat, bahkan menyimpan bukti kwitansi yang ditandatangani oleh pihak desa. “Kami sudah melapor ke Gubernur, Kapolda, Bupati, Kapolres, Camat, dan Pangulu. Kami akan usut tuntas ini karena ini bentuk penyalahgunaan jabatan dan penghilangan hak waris.”


Tanah Adat Dijadikan Objek Sertifikasi


Menurut sejarah adat setempat, tanah di Dusun III tersebut merupakan lahan titipan yang diserahkan oleh Tuan Djintama Sinaga Raja Tanah Jawa Simalungun kepada masyarakat Silakkidir, dengan syarat tidak disertifikatkan untuk mencegah terjadinya penjualan atau alih kepemilikan yang tidak sah. Namun saat ini, lahan tersebut telah berubah status menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) melalui program PTSL.


Sejumlah warga mengaku tahu soal status sejarah lahan tersebut dan hanya langsung mengikuti saja proses sertifikasi atas imbauan pemerintah desa. Salah satu warga bahkan mengaku berterima kasih karena merasa  setelah menerima sertifikat.


Namun media mencatat, tidak ada kejelasan transparansi biaya, dan tidak ada kehadiran ahli waris saat proses pengukuran hingga penyerahan sertifikat. Hal ini menimbulkan dugaan kuat bahwa ada unsur kesengajaan mengaburkan fakta sejarah dan melanggar asas musyawarah adat.


Potensi Skandal dan Desakan Investigasi


Beberapa aktivis dan pemerhati hukum menyebut peristiwa ini sebagai preseden buruk dalam pelaksanaan program PTSL di Sumatera Utara. “Ini bukan sekadar persoalan biaya, tapi potensi penghilangan hak waris dan manipulasi sejarah tanah adat. Pemerintah harus menyikapi serius agar program nasional tidak dijadikan sarana pemanfaatan jabatan untuk kepentingan pribadi,” kata seorang pengamat hukum di persoalan pertanahan.


Bila terbukti ada unsur pungli dan pengabaian hak waris, maka tindakan Pangulu dan Camat bisa masuk dalam kategori penyalahgunaan wewenang, maladministrasi, dan bahkan pemalsuan administrasi pertanahan.


Harapan Transparansi dan Klarifikasi


Masyarakat adat dan ahli waris meminta BPN Pusat, Kejaksaan, hingga Kepolisian segera turun tangan menyelidiki praktik ini. Mereka juga mendesak adanya klarifikasi resmi dari pihak Camat, Pangulu, maupun BPN Simalungun atas keabsahan proses, validitas data, dan asal-usul objek tanah secara transparan sesuai dengan undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik 


Program PTSL semestinya menjadi solusi legalitas dan pemberdayaan warga, bukan alat untuk menciptakan konflik horizontal, memperkaya elite desa, atau memanipulasi sejarah.begitu juga dengan BPN Simalungun harus bertanggung jawab dalam hal kegiatan tersebut dan di duga ada oknum BPN yang ikut bermain mata demi mendapat keuntungan besar dari pengurusan program sertifikat PTLS tersebut  ( TIM INVESTIGASI CNEWS)



Catatan Redaksi:

CNEWS membuka ruang hak jawab dan klarifikasi bagi pihak Camat Huta Bayu Raja, Pangulu Nagori Silakkidir, dan pihak BPN. Kami menjunjung tinggi prinsip keberimbangan dan hak publik atas informasi yang jujur, akurat, dan bertanggung jawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update