Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

KKSS di Era Baru: Kepemimpinan Amran Sulaiman dan Peran Strategis Perantau Sulsel untuk Indonesia

Rabu, 25 Juni 2025 | Rabu, Juni 25, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-25T07:23:01Z

 

    Oleh: Prof. Dr. H. Ali Mochtar Ngabalin,        S.Ag., M.Si.


Guru Besar Hubungan Internasional, Busan University of Foreign Studies (BUFS), Korea Selatan

Ketua Umum FKM-PASS Pusat Jakarta 1997–2001


CNews , Jakarta, 25 Juni 2025 — Hari itu 22 Juni , saya tidak sekadar menghadiri pelantikan. Saya pulang. Pulang ke rumah besar bernama Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS)—organisasi yang tumbuh bukan dari dana negara atau lembaga donor, tetapi dari napas perjuangan para perantau Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja yang membawa serta marwah Sulawesi Selatan dalam doa dan kerja keras mereka di seluruh penjuru negeri.


Dalam pelantikan DR. Ir. H. Andi Amran Sulaiman, M.P. sebagai Ketua Umum BPP KKSS di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, saya menyaksikan bukan hanya pengukuhan kepengurusan. Saya menyaksikan bangkitnya kembali semangat kolektif diaspora Sulsel untuk berkontribusi secara nyata dalam membangun bangsa—bukan dari pinggiran, tapi dari pusat pusaran kebijakan nasional.


Pemimpin dari Tanah, Bukan dari Tahta


Saya tidak bicara atas dasar basa-basi. Saya mengenal Pung Amran sejak lama, terutama saat saya menjabat di Kantor Staf Presiden dan beliau adalah Menteri Pertanian RI. Beliau bukan figur instan. Kepemimpinannya lahir dari proses panjang, bukan dari kehendak elite, tetapi dari jerih payah dan konsistensi membangun negeri dari bawah.


Dalam nilai-nilai Bugis, pemimpin sejati disebut “adanna na jaga’, akkalunna napajaga’” — pribadinya kuat, akalnya cemerlang, langkahnya santun. Dan Pung Amran memerankannya dengan utuh: akhlak, pengalaman, dan ketulusan. Inilah pemimpin yang bukan hanya mendengar aspirasi rakyat, tetapi menghidupi nilai dan marwah komunitasnya.


KKSS: Republik Mini dari Timur


Dengan lebih dari 600 tokoh masuk dalam kepengurusan BPP KKSS kali ini, organisasi ini menjelma menjadi kekuatan strategis diaspora. Dari Abdul Kadir Karding sebagai Sekjen, Dzulfikar Ahmad Tawalla sebagai Bendahara, hingga puluhan Wakil Ketua Umum dari latar belakang politisi, ulama, akademisi, tokoh perempuan, dan pemuda, KKSS hari ini adalah miniatur Sulawesi Selatan yang modern dan progresif.


Ini bukan hanya struktur organisasi. Ini adalah konfigurasi kekuatan sosial-politik budaya yang siap menyambut era baru di bawah pemerintahan Prabowo–Gibran. KKSS tidak boleh menjadi organisasi nostalgia atau sekadar ritual silaturahmi. Ia harus hadir di tengah arus kebijakan nasional—mengawal, mengintervensi, dan memengaruhi arah pembangunan, terutama dalam isu-isu pendidikan, pengembangan SDM, ekonomi maritim, serta diplomasi budaya.


Kebangsaan yang Berakar, Bukan Mengambang


Saya lahir di Fakfak, Papua Barat, tapi dibesarkan oleh nilai Bugis dan Makassar. Pendidikan saya ditempa di Mualimin Muhammadiyah Makassar dan IAIN Alauddin. Jiwa saya dibentuk dalam tradisi siri' na pacce—nilai malu dan empati yang menjadi fondasi moral orang Sulawesi Selatan.


Selama tiga kali pencalonan legislatif saya berdiri dari dapil Sulsel (2004, 2009, 2014), sebelum akhirnya 2024 saya diminta bertugas dari dapil Sultra. Tapi jiwa saya tetap berpulang ke Sulsel. Karena itu, bagi saya, KKSS bukan sekadar organisasi daerah—ia adalah katalis integrasi nasional, jembatan antara akar budaya dan ruang kebijakan kebangsaan.


KKSS dan Prabowo-Gibran: Sinergi untuk Masa Depan


Saya percaya, di bawah kepemimpinan Pung Amran, KKSS akan menjadi mitra strategis pemerintahan Prabowo-Gibran. Kita harus masuk ke meja kebijakan, bukan sekadar menjadi barisan pendukung. Kita harus mampu menawarkan narasi pembangunan yang berbasis nilai-nilai kearifan lokal: gotong royong, ketahanan keluarga, keberanian maritim, serta etos kerja diaspora yang terbukti tangguh di mana pun berada.


Penandatanganan MoU KKSS dengan Universitas Hasanuddin untuk pengembangan pendidikan adalah contoh awal bagaimana kerja konkret lebih penting daripada seremoni. Langkah-langkah seperti ini yang harus diperbanyak: program beasiswa perantau, sekolah vokasi berbasis diaspora, pendampingan UMKM keluarga perantau, dan diplomasi budaya ke mancanegara.


Kita Butuh Pemimpin yang Dirindukan, Bukan Ditakuti


Saya akhiri dengan amanat dari nilai yang selalu saya bawa:

“Siri’ emmi pesona to deceng” — rasa malu adalah pesona orang baik. Maka mari jaga marwah KKSS. Jadilah pemimpin yang tak hanya membesarkan organisasi ini secara struktur, tapi juga merawat jiwanya.


Kepada Pung Amran, kami titip harapan dari ribuan perantau yang bekerja keras, berdagang, mengabdi, dan bermimpi dari balik pasar, pelabuhan, ruang kelas, dan mimbar dakwah di seluruh pelosok negeri. Jadilah api yang menghangatkan, bukan membakar. Air yang menyuburkan, bukan menghanyutkan.


Karena dari tanah Bugis kita belajar: pemimpin terbaik bukan yang disanjung, tetapi yang dirindukan. Berjalanlah di depan kami dengan akhlak, berdirilah di tengah kami dengan kasih, dan tuntunlah kami dari belakang dengan teladan.


Mari, nyalakan terus obor ini. Dari Timur, kita menerangi Nusantara.

Resopa temmangingi, namalomo naletei pammase dewata.

Usaha yang sungguh-sungguh akan mengundang rahmat Tuhan.

( Tim - Red) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update