CNews ,Toba | CNews – Kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang jurnalis kembali mencoreng kebebasan pers di Kabupaten Toba. Sabar Juvenry Manurung, jurnalis yang tengah meliput aktivitas galian C ilegal di Desa Silamosik I, Kecamatan Porsea, menjadi korban kekerasan fisik saat menjalankan tugas jurnalistiknya pada Senin, 23 Juni 2025.
Sebagai bentuk solidaritas dan tekanan terhadap aparat penegak hukum, puluhan wartawan dan organisasi masyarakat (Ormas) mendatangi Mapolres Toba, Selasa (24/6/2025), mendesak pengusutan tuntas dan penangkapan terhadap para pelaku
Ketua DPC AKPERSI Toba: Ini Bukan Penganiayaan Biasa, Tapi Upaya Membungkam Pers
Ketua DPC Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) Toba, Mangiring Siboro, didampingi Sekretaris Marhuarar Pangaribuan, menyatakan bahwa insiden tersebut bukan hanya kekerasan fisik semata, tetapi merupakan upaya sistematis membungkam kebebasan pers dan pelecehan terhadap profesi wartawan.
“Ini bukan sekadar penganiayaan. Ini bentuk pelecehan terhadap profesi jurnalis. Aksi brutal ini bahkan dilakukan di depan Kepala Desa, yang justru mendampingi jurnalis saat peliputan. Artinya, ada rasa kebal hukum yang dipertontonkan secara terang-terangan,” ujar Mangiring.
Jurnalis Dianiaya Saat Dokumentasi, Kamera Dirampas, Luka Akibat Pemukulan
Menurut penuturan Sekretaris AKPERSI Toba, Marhuarar Pangaribuan, korban mendapat informasi dari warga terkait aktivitas galian C yang diduga ilegal. Ia kemudian mengkonfirmasi kepada Kepala Desa Silamosik I, Bosman Sitorus, dan bersama sejumlah wartawan lain turun ke lokasi untuk dokumentasi.
Namun, ketika dokumentasi berlangsung, beberapa orang mendekat dan langsung menganiaya Sabar, merampas kameranya, dan memukulinya hingga mengalami luka.
Korban langsung melaporkan peristiwa tersebut ke Polres Toba dengan Nomor: LP/B/265/VI/2025/SPKT/Polres Toba/Polda Sumut, tertanggal 23 Juni 2025.
“Ini bukan kriminal biasa. Ini pelanggaran terhadap kebebasan pers yang dijamin undang-undang. Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 secara tegas menyebutkan, setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana,” tegas Marhuarar.
AKPERSI Toba Minta Kapolres Tidak Diam: Tangkap Pelaku Sekarang Juga
DPC AKPERSI Toba menyatakan siap mengawal proses hukum hingga tuntas dan meminta agar Kapolres Toba, AKBP Vinsensius Jimmy Parapaga, S.I.K, bertindak tegas terhadap para pelaku.
“Kami minta polisi jangan tebang pilih. Tangkap dan proses pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Kami tidak akan diam jika pekerjaan kami terus dikriminalisasi,” tegas Ketua DPC AKPERSI Toba, Mangiring Siboro.
Respon Polres: Laporan Sudah Diproses, Pelaku Akan Dijemput Jika Terbukti
Menanggapi desakan itu, Kasat Reskrim Polres Toba IPTU Erikson S.H., M.H., mewakili Kapolres, menyatakan bahwa laporan korban telah diterima dan sedang dalam proses penyelidikan.
“Kami sudah menerima laporan secara resmi. Saat ini sedang dalam proses. Bila alat bukti sudah lengkap dan pelaku terbukti, tentu akan segera kami jemput,” ujarnya.
Catatan Redaksi: Pers Tidak Boleh Dibungkam
CNews menegaskan bahwa segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis adalah ancaman langsung terhadap demokrasi dan kebebasan berpendapat. Kekerasan terhadap jurnalis bukan hanya menyerang individu, tetapi menghantam hak publik atas informasi yang benar.
Kami menyerukan aparat penegak hukum untuk menjalankan fungsinya secara netral dan profesional. ( Tim - Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar