CNews - Sumut - Riyadh, 25 Mei 2025 — Untuk pertama kalinya sejak 1952, Arab Saudi akan membuka pintu bagi penjualan alkohol secara terbatas di wilayah tertentu mulai tahun 2026. Keputusan kontroversial ini merupakan bagian dari strategi ambisius Vision 2030 yang digagas Putra Mahkota Mohammed bin Salman dalam rangka mendiversifikasi ekonomi, meningkatkan pariwisata, dan membentuk citra global baru menjelang Piala Dunia FIFA 2034.
Langkah ini menandai perubahan besar dalam lanskap sosial dan hukum kerajaan konservatif yang selama lebih dari tujuh dekade memberlakukan larangan total alkohol berbasis hukum Syariah versi Wahabi yang ketat.
Zona Khusus, Lisensi Ketat
Kebijakan ini akan membatasi penjualan alkohol hanya di sekitar 600 zona khusus yang telah ditetapkan, mencakup hotel bintang lima, resor premium, kawasan diplomatik, dan megaproyek seperti NEOM, Pulau Sindalah, dan Proyek Laut Merah.
Minuman yang diperbolehkan meliputi bir, anggur, dan cider dengan kadar alkohol rendah. Minuman keras (spirit) tetap dilarang. Penjualan akan dilakukan oleh staf tersertifikasi, dengan prosedur operasional yang sangat ketat dan pengawasan ketat terhadap konsumen, terutama warga lokal dan non-Muslim.
Pemerintah menegaskan bahwa alkohol tetap dilarang keras di ruang publik, toko ritel, rumah pribadi, zona penggemar sepak bola, serta tidak boleh diproduksi secara pribadi. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dikenai sanksi berat.
Menjaga Identitas Islam Sambil Membuka Diri
Meski ditujukan untuk menarik turis dan investor asing, kebijakan ini telah memicu perdebatan di dalam dan luar negeri. Banyak kalangan menilai keputusan ini sebagai langkah pragmatis yang dipaksakan oleh ambisi geopolitik dan ekonomi, namun berpotensi menimbulkan gesekan dengan nilai-nilai Islam yang dijunjung tinggi, terlebih Arab Saudi adalah tempat berdirinya dua kota suci umat Islam: Mekah dan Madinah.
Pejabat Saudi menyatakan bahwa pendekatan ini adalah bentuk “modernisasi terkendali” tanpa mengorbankan nilai budaya dan religius. “Tujuannya adalah menyambut dunia tanpa kehilangan identitas, memposisikan Saudi sebagai negara progresif yang tetap menghormati warisan Islam,” ujar seorang pejabat senior Kementerian Pariwisata.
Kompetisi Regional dan Citra Global
Langkah ini tak lepas dari tekanan kompetisi dengan negara tetangga seperti Uni Emirat Arab dan Bahrain, yang lebih dahulu melegalkan alkohol di zona-zona wisata. Saudi tak ingin tertinggal dalam memperebutkan pangsa pasar wisata global bernilai miliaran dolar, terlebih menjelang Expo 2030 dan Piala Dunia 2034 yang akan menjadikan kerajaan sebagai sorotan dunia.
Beberapa jaringan hotel internasional telah mulai menyesuaikan skema layanan mereka menyambut perubahan kebijakan ini.
Warisan Hukum Syariah dan Tantangan Internal
Larangan alkohol di Arab Saudi telah diberlakukan sejak insiden diplomatik pada 1951 yang menyebabkan kematian seorang diplomat Inggris karena mabuk. Sejak saat itu, kerajaan menutup semua akses legal terhadap alkohol dengan dukungan penuh ulama Wahabi.
Kebijakan baru ini dianggap sebagai ujian besar bagi legitimasi domestik rezim, yang selama ini menopang kekuasaannya dengan aliansi kuat antara monarki dan otoritas agama. Transformasi ini tak hanya menyangkut hukum, tetapi juga struktur sosial dan keagamaan Saudi secara fundamental. ( Red)
Analisis:
Kebijakan ini menjadi simbol pertaruhan identitas Arab Saudi di persimpangan antara kesucian tanah Hijaz dan modernitas global. Sejauh mana kompromi antara pariwisata dan prinsip Syariah akan berhasil, masih akan diuji oleh dinamika sosial internal dan sorotan umat Islam di seluruh dunia. Satu hal yang pasti: visi 2030 tidak hanya membentuk ekonomi baru, tetapi juga wajah baru Arab Saudi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar