Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


Anggota DPRP Papua Barat Daya: “Pejabat dan Aparat Jual Tanah Adat ke Modal Asing”

Rabu, 28 Mei 2025 | Rabu, Mei 28, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-28T16:43:52Z


Sorong, CNews Investigasi –
Dalam video pernyataan yang diunggah 28 Mei 2025, Anggota DPR Provinsi Papua Barat Daya, Roberth George Yulius Wanma, S.E., mengecam keras praktik perampasan tanah adat yang melibatkan oknum pejabat, aparat penegak hukum, dan mafia tanah berkedok investasi asing. Menurut Roberth, hak masyarakat adat Raja Ampat, Kofiau, dan sekitarnya terus tergerus oleh alur bisnis gelap yang telah berlangsung bertahun-tahun.


“Harga Dirahasiakan, Proses Transparansi Terabaikan”


Roberth memaparkan, ratusan hektare tanah ulayat di beberapa distrik sudah berpindah tangan tanpa pemberitahuan publik. Dalam video berdurasi hampir 3 menit di kanal Wilson Lalengke Official, ia menuding lembaga pertanahan (BPN), pengadilan negeri, serta aparat keamanan “dibeli” untuk memuluskan alih hak.


“BPN dan hakim seolah-olah jadi juru tulis modal asing. Masyarakat adat tidak pernah dilibatkan. Dokumen dipalsukan, harga tanah dirahasiakan,” tegas Roberth.

 

Jejak Tangan “Mafia” dan Jejak Kasus

Satu nama yang mencuat adalah Paulus George Hung (73), alias Ting-Ting Ho alias Mr. Chi, warga negara Malaysia. Berdasarkan catatan warga dan dokumen resmi:


  • 2018–2022: Terdaftar sebagai investor dalam 12 sertifikat hak guna usaha (HGU) di wilayah Mayalibit dan Selat Dampier.
  • 2023: Laporan audit internal BPN Papua Barat Daya menyebut adanya “kejanggalan administrasi” pada 8 bidang tanah yang diteken tanpa persetujuan marga adat.
  • 2024: Gugatan warga Raja Ampat di PN Sorong ditolak dengan pertimbangan bukti dokumen “resmi”, padahal file asli hilang dari arsip desa.

Semua fakta tersebut masih menunggu verifikasi Kementerian ATR/BPN dan Ombudsman RI.


Dugaan Pelanggaran Konstitusi dan UU Adat


Merujuk Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 7 ayat (2) UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, tanah ulayat hanya boleh dialih­kan dengan persetujuan penuh lembaga masyarakat adat. Jika terbukti tanpa persetujuan, perjanjian jual-beli batal demi hukum.


“Ini bukan sekadar soal ekonomi. Ini soal hak asasi—tanah leluhur kami,” ujar salah seorang tetua adat yang enggan disebutkan namanya.

 

Seruan Audit Publik dan Investigasi Multisektor


Roberth mendesak Presiden RI dan Menteri ATR/Kepala BPN untuk:


  1. Audit menyeluruh seluruh SK terbitan BPN Papua Barat Daya sejak 2018.
  2. Evaluasi kinerja pejabat BPN, hakim, dan aparat penegak hukum yang terindikasi terlibat.
  3. Pembentukan tim independen melibatkan Komnas HAM, Ombudsman, dan organisasi adat.

“Kami tidak hanya menuntut pemulihan hak, tapi juga proses hukum tegas bagi siapa pun yang memperdagangkan tanah adat,” pungkas Roberth.


Dampak Sosial dan Politik


Aktivis agraria dan LSM HAM di Sorong telah menyiapkan laporan resmi ke Komnas HAM, Ombudsman RI, serta Polri. Jika kasus ini ditangani transparan, dapat menjadi preseden baru untuk melindungi hak adat di seluruh Indonesia. Sebaliknya, kegagalan menegakkan hukum hanya akan memperdalam ketimpangan dan kekecewaan masyarakat adat.

( Tim).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update