Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


Mantan Narapidana Korupsi Alquran, Fahd A Rafiq, Diduga Terlibat Mafia Hukum di Polda Metro Jaya – Nama Kapolda Karyoto Diseret

Sabtu, 12 April 2025 | Sabtu, April 12, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-12T12:40:32Z


CNEWS - Jakarta – Aroma busuk praktik mafia hukum kembali terendus di tubuh kepolisian. Kali ini, sorotan publik mengarah ke Polda Metro Jaya, menyusul dugaan keterlibatan mantan narapidana korupsi pengadaan Alquran dan proyek infrastruktur Aceh, Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq, dalam skandal kriminalisasi hukum terhadap Direktur PT. Visitama, Faisal.


Informasi mencengangkan ini mencuat setelah Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, bersama tim hukum korban, membongkar dugaan intervensi Fahd terhadap aparat Polda Metro Jaya guna memaksakan penetapan tersangka atas Faisal—yang ironisnya adalah sahabatnya sendiri.


“Di depan kami, penyidik ditelepon langsung oleh Fahd A Rafiq melalui loudspeaker. Dia memerintahkan penyidik untuk segera menetapkan Faisal sebagai tersangka dan menahannya, bahkan menyuruh memasukkan Faisal ke sel bersama pencuri ayam,” ungkap Kuasa Hukum Faisal, Irwansyah, SH, Sabtu (12/4/2025). Ia juga menyebut adanya tekanan intensif dari Sespri Kapolda yang rutin menanyakan perkembangan penanganan perkara dan mendorong agar Faisal segera dijebloskan ke tahanan.


Proses Hukum Kilat, Aroma Rekayasa Kasus


Kasus yang menjerat Faisal bermula dari urusan utang-piutang dengan rekan bisnisnya, Irwan Samudra, yang juga menggandeng Fahd A Rafiq dalam struktur perusahaan. Meskipun status Faisal adalah korban piutang, ia justru menjadi pihak yang dilaporkan ke polisi oleh bawahannya sendiri, Yosita Theresia, atas nama Irwan Samudra.


Dalam waktu yang sangat cepat, Polda Metro Jaya menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (8 April), melakukan gelar perkara, dan menetapkan Faisal sebagai tersangka (11 April), lalu menahannya (12 April tengah malam). Faisal dikenakan pasal berlapis: Pasal 368, 378, dan 372 KUHP, meski dugaan pidana yang dituduhkan masih sangat kontroversial dan belum terbukti di pengadilan.


Irwansyah menyebut proses penetapan tersangka Faisal sangat janggal dan tidak memenuhi prosedur hukum yang adil. “Belum ada pemeriksaan saksi lain, belum juga dilakukan klarifikasi menyeluruh, tiba-tiba gelar perkara digelar dan Faisal langsung ditahan. Ini bukan penegakan hukum, ini penghancuran hukum,” tegasnya.


Latar Belakang: Antara Persahabatan, Bisnis, dan Cek Kosong


Diketahui, konflik bermula dari pinjaman pribadi yang diberikan Faisal kepada Irwan Samudra senilai Rp 1,7 miliar. Sebagian sudah dicicil, namun masih tersisa sekitar Rp 1,25 miliar yang belum lunas. Irwan kemudian memberikan dua lembar cek senilai total Rp 1,2 miliar sebagai jaminan, yang ternyata tidak dapat dicairkan karena kosong.


Saat Faisal mencoba menagih, Irwan justru balik melaporkan sang kreditur dengan tuduhan pemerasan. Upaya damai sempat dilakukan, namun tak kunjung menemui titik terang. Faisal pun membuat laporan balik atas dugaan penipuan dan penggelapan, namun hingga kini laporannya tak bergema di ranah hukum.


Wilson Lalengke: Ada Dugaan Suap dan Penyalahgunaan Wewenang


Ketum PPWI, Wilson Lalengke, mengecam keras pola hukum rimba yang diduga sedang dimainkan oknum kepolisian. Ia menilai kasus ini sebagai bentuk brutalitas hukum yang melibatkan kepentingan pribadi dan dugaan suap.


“Kami mendesak Kapolri dan Presiden Prabowo Subianto untuk segera turun tangan. Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto, patut diperiksa atas dugaan pelanggaran kode etik, termasuk dugaan gratifikasi dari Fahd A Rafiq yang disebut menyetor dana bulanan Rp 25 miliar dalam kasus terpisah,” tegas Wilson.


Wilson menyebut fenomena ini sebagai ancaman serius terhadap integritas penegakan hukum nasional. “Kalau polisi bisa ditekan dan dikendalikan oleh seorang mantan napi korupsi, maka keadilan di negara ini sudah berada di ujung tanduk,” tambahnya.


Tuntutan: Bongkar Mafia Hukum di Kepolisian


PPWI dan tim kuasa hukum korban meminta proses hukum terhadap Faisal dihentikan dan dilakukan audit menyeluruh terhadap penanganan kasus ini. Mereka juga mendesak Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi III DPR RI, dan lembaga pengawas independen untuk mengusut tuntas dugaan intervensi ilegal di tubuh kepolisian.


“Ini bukan sekadar kriminalisasi terhadap satu orang, tapi sinyal bahaya bagi supremasi hukum di Indonesia,” pungkas Wilson Lalengke.( Red) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update