Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


Evakuasi 1.000 Warga Gaza oleh Prabowo: Misi Kemanusiaan Jangan Dipelintir Jadi Blunder Diplomatik

Jumat, 11 April 2025 | Jumat, April 11, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-11T18:57:54Z

 


CNEWS - Jakarta – Rencana Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk mengevakuasi 1.000 warga Palestina dari Jalur Gaza ke Indonesia menuai berbagai reaksi. Padahal, inisiatif ini sejatinya dilandasi oleh semangat kemanusiaan, bukan untuk membuka polemik politik atau menjadi alat tawar-menawar diplomatik.



Di tengah isu krisis ekonomi dan gelombang PHK di dalam negeri, sebagian kalangan menilai langkah ini sebagai blunder diplomatik yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional. Namun bagi banyak pihak, evakuasi ini adalah respons atas tragedi kemanusiaan yang menimpa rakyat Gaza—korban agresi brutal Israel yang telah menewaskan ribuan warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan.


Pengamat Timur Tengah Smith Alhadar menyebut langkah ini bisa memicu kegaduhan jika tidak dikomunikasikan dengan baik. “Dia bisa melakukan suatu blunder di tengah keresahan masyarakat. Bisa terjadi demo besar-besaran,” ujar Smith kepada BBC News Indonesia.


Wacana relokasi juga dinilai sebagian pengamat berpotensi menguntungkan strategi Israel yang ingin mengosongkan Gaza dari penduduk aslinya. Namun, tudingan ini dinilai berlebihan dan tidak berdasar, mengingat evakuasi yang diusulkan Prabowo bersifat sementara dan fokus pada penyelamatan nyawa.


Channel 12 Israel bahkan menuduh bahwa warga Gaza akan dipekerjakan di sektor konstruksi di Indonesia—klaim yang segera dibantah keras oleh Kementerian Luar Negeri RI. “Indonesia tidak pernah membahas atau menerima informasi apapun mengenai relokasi warga Gaza untuk bekerja di Indonesia,” tegas Kemlu RI.


Rencana ini muncul sejak Januari 2025, seiring dengan proposal relokasi sementara oleh Amerika Serikat dalam rangka pemulihan Gaza pascaperang. Indonesia, menurut Prabowo, bersedia menampung mereka yang terluka, yatim piatu, dan penyintas trauma pada “gelombang pertama” evakuasi, sebagai bagian dari solidaritas global atas penderitaan rakyat Palestina.


Prabowo juga melakukan diplomasi aktif ke Timur Tengah—mengunjungi UEA, Turki, Mesir, Qatar, dan Yordania—untuk merancang skema bantuan yang konkret dan aman bagi warga Gaza, dengan dukungan penuh negara-negara sahabat.


Namun, kritik datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Wakil Ketua Umum MUI Buya Anwar Abbas mempertanyakan posisi Indonesia, “Untuk apa kita ikut-ikutan mendukung rencana Israel dan Amerika?” Padahal, tak ada bukti bahwa Indonesia ikut serta dalam agenda geopolitik tersebut. Justru sebaliknya, Indonesia mengambil peran aktif dalam menyelamatkan warga sipil yang menjadi korban kejahatan perang.


Di media sosial, sebagian warganet mencurigai evakuasi ini sebagai strategi Prabowo melobi Presiden AS Donald Trump, menyusul ancaman tarif ekspor Indonesia. Namun, tuduhan ini belum memiliki dasar kuat dan terkesan politis.


Pengamat Universitas Bina Nusantara, Tia Mariatul Kibtiah, mempertanyakan siapa yang akan membiayai kehidupan warga Gaza di Indonesia. Ia juga menyinggung status Indonesia yang belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951. Namun, pendekatan evakuasi kemanusiaan bukanlah soal status hukum, melainkan soal empati dan tanggung jawab moral di tengah tragedi kemanusiaan global.


Smith bahkan memperingatkan bahwa bantuan evakuasi ini bisa dianggap sebagai mendukung penjajahan Israel. Tapi fakta sejarah menunjukkan, tanpa aksi penyelamatan, rakyat Palestina akan terus menjadi korban. Justru tindakan diam akan lebih berbahaya karena membiarkan kekejaman terus berlangsung.


Alternatif seperti pengiriman bantuan medis atau logistik ke perbatasan, sebagaimana diusulkan Tia, memang penting, tetapi belum cukup untuk menyelamatkan jiwa dalam situasi darurat. Evakuasi adalah tindakan konkret saat akses kemanusiaan di Gaza diblokade secara brutal.


Para pengamat sepakat bahwa Indonesia harus tetap mendorong solusi dua negara sebagai jalan damai. Namun, itu tidak menghalangi upaya penyelamatan warga sipil yang tengah menghadapi ancaman genosida.


Prabowo menegaskan, misi evakuasi ini bukan soal politik atau diplomasi, tapi soal kemanusiaan. “Kami tidak bisa membiarkan anak-anak, perempuan, dan orang tua dibantai tanpa belas kasihan. Indonesia hadir untuk menyelamatkan, bukan mengambil alih nasib mereka.”

( Tim - Red) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update