Jalur Gaza, Cnews.web.id– Krisis kemanusiaan di Jalur Gaza mencapai titik paling mengerikan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa 12.500 pasien Palestina berada dalam kondisi kritis dan membutuhkan evakuasi medis segera. Namun, seluruh jalur keluar Gaza tertutup total akibat blokade brutal Israel yang diberlakukan sejak 2 Maret 2025.
Dalam konferensi pers di Markas Besar PBB, Kamis (10/04/2025), Wakil Juru Bicara Sekjen PBB, Farhan Haq, menyampaikan bahwa hingga kini hanya 18 pasien dan sekitar 30 pendamping yang berhasil dievakuasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Jumlah tersebut disebutnya “sangat jauh dari mencukupi” mengingat skala kedaruratan yang terjadi.
“Lebih dari 12.500 orang kini berada di ambang kematian. Mereka tidak hanya kekurangan fasilitas medis, tapi juga terperangkap oleh sistem blokade yang melumpuhkan seluruh upaya penyelamatan,” tegas Haq.
Di tengah minimnya akses bantuan, situasi kemanusiaan terus memburuk. PBB mencatat lebih dari 60.000 anak menderita malnutrisi akut. Dapur umum—satu-satunya sumber makanan warga sipil—telah kehabisan pasokan dan bahan bakar. Krisis air bersih juga semakin parah: ratusan ribu orang bertahan hidup di kamp pengungsian tanpa air layak, sanitasi, maupun perlindungan dari wabah.
Di sisi lain, agresi militer Israel kian menggila. Serangan udara pada Rabu (09/04) menghantam kawasan permukiman padat di Kota Gaza. Laporan OCHA menyebutkan puluhan warga sipil tewas, termasuk delapan anak-anak. Banyak korban masih terjebak di bawah reruntuhan, tanpa upaya penyelamatan karena sistem kesehatan dan SAR telah lumpuh total.
“Menjadikan warga sipil sebagai sasaran adalah pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional,” kata Haq.
Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan sejak 7 Oktober 2023, sedikitnya 50.886 warga Palestina gugur, mayoritas perempuan dan anak-anak. Selain itu, 115.857 lainnya luka-luka, termasuk yang mengalami luka berat dan cacat permanen. Serangan tidak hanya menyasar kelompok bersenjata, tetapi juga rumah sakit, sekolah, pasar, dan kamp pengungsi.
PBB menegaskan bahwa pembukaan jalur kemanusiaan harus dilakukan tanpa syarat. Setiap penundaan akan berujung pada kematian yang seharusnya bisa dicegah.
“Ini bukan sekadar krisis kemanusiaan, ini ujian moral dunia. Diam berarti bersekongkol. Dunia harus bertindak, sekarang,” pungkas Haq, dikutip dari laman resmi PBB.
( Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar