CNEWS - Jakarta, 16 Maret 2025 – Pegiat media sosial yang dikenal vokal, dr. Tifauzia Tyassum alias Dokter Tifa, kembali mencuri perhatian publik dengan kritik pedasnya terhadap kebijakan keuangan negara. Dalam unggahannya di platform X pada Jumat (14/3), ia menyoroti defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 31,2 triliun serta lonjakan utang Indonesia yang mencapai Rp 8.000 triliun dalam satu dekade terakhir.
"Yang bikin APBN defisit Rp 31 triliun siapa? Ya JOKOWI lah," tulisnya, menegaskan bahwa pemerintahan sebelumnya harus bertanggung jawab atas kondisi fiskal yang kini menjadi beban negara.
Lonjakan Utang dan Dampaknya
Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa utang pemerintah naik drastis dari Rp 2.608,7 triliun pada 2014 menjadi Rp 8.461,9 triliun pada Agustus 2024—peningkatan hampir Rp 5.853 triliun. Akibatnya, beban pembayaran cicilan utang negara pada 2025 diperkirakan mencapai Rp 552,8 triliun.
Kondisi ini memicu perdebatan luas, dengan sebagian pihak menyebut pandemi COVID-19 sebagai faktor utama kenaikan utang, sementara yang lain mengkritik pengelolaan keuangan negara yang dinilai tidak efektif dan terlalu ambisius dalam belanja proyek strategis.
Korupsi di BUMN dan Kritik Tajam ke Prabowo
Selain mengkritik pemerintahan Jokowi, Dokter Tifa juga menyoroti kasus-kasus dugaan korupsi di sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), termasuk PT Timah, Pertamina, dan PLN, yang mencuat di penghujung era kepemimpinan Jokowi.
Namun, kritiknya terhadap Prabowo Subianto sebagai presiden baru juga tak kalah tajam. Ia menyebut tiga hal yang menjadi sorotannya:
1. Seruan "HIDUP JOKOWI!" dalam acara resmi, yang menurutnya tidak relevan dalam konteks pemerintahan baru.
2. Umpatan "NDASMU!" yang dianggap tidak pantas diucapkan seorang kepala negara.
3. Program Makan Bergizi Gratis, yang dinilainya dipaksakan meski keuangan negara sedang terbebani utang besar.
Polemik dan Respons Publik
Pernyataan Dokter Tifa memicu reaksi beragam. Pendukungnya menilai kritik tersebut relevan dan mencerminkan kekhawatiran publik atas kondisi ekonomi negara. Sementara itu, pihak lain menilai lonjakan utang adalah konsekuensi dari kebijakan fiskal yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas ekonomi di tengah tantangan global.
Di tengah situasi ini, Presiden Prabowo Subianto dan tim ekonominya kini menghadapi ujian berat dalam menyeimbangkan janji kampanye dengan kondisi keuangan negara yang diwarisi. Bagaimana strategi pemerintah ke depan? Publik menanti kebijakan konkret untuk menjawab tantangan besar ini. ( TimRI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar