Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


Kekerasan Terhadap Wartawan Kembali Terjadi: Penindakan Hukum Jalan di Tempat

Rabu, 08 Januari 2025 | Rabu, Januari 08, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-01-07T17:28:50Z

 



Cnews - TEBINGTINGGI – Kekerasan terhadap insan pers kembali mencoreng wajah hukum di Indonesia. Rudianto Purba, wartawan yang sekaligus anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), menjadi korban penganiayaan berat pada Senin, 30 Desember 2024. Insiden tersebut terjadi di Jalan KF Tandean, Lingkungan 4, Kelurahan Bandar Sakti, Kecamatan Bajenis, Kota Tebingtinggi, Sumatera Utara.


Hingga saat ini, meski laporan polisi dengan nomor STLP/B/554/XII/2024/SPKT/Polres Tebingtinggi/Polda Sumatera Utara telah diajukan, kasus ini belum menunjukkan perkembangan berarti. Para pelaku yang diduga terlibat dalam penganiayaan dan pengeroyokan masih bebas berkeliaran, memunculkan kekecewaan masyarakat terhadap kinerja penegak hukum setempat.


Kronologi Peristiwa


Kejadian bermula sekitar pukul 05.05 WIB saat Rudianto Purba menegur Abdul Wahab, pemilik usaha kelapa parut, yang tetap mengoperasikan mesin kelapa parut di tengah kumandang azan subuh. Tindakan tersebut dianggap mengganggu ketenangan warga, khususnya yang tengah menjalankan ibadah.


Namun, teguran Rudianto direspons dengan arogansi. Abdul Wahab bersama beberapa rekannya diduga melakukan tindakan kekerasan, termasuk mendorong, mencekik, dan mengancam korban dengan sebilah parang. Salah satu ancaman verbal pelaku berbunyi, “Kalau mati usahaku, mati juga kau.” Akibat kejadian ini, Rudianto mengalami cedera di bagian leher belakang.


Korban segera melaporkan insiden tersebut ke Polres Tebingtinggi, namun hingga kini tidak ada tindakan nyata untuk menahan para pelaku.


Pelanggaran Hukum Berlapis


Selain penganiayaan, Abdul Wahab juga disinyalir melanggar Pasal 265 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang gangguan ketenteraman lingkungan. Pelaku yang dengan sengaja membuat kebisingan hingga mengganggu warga dapat dikenai pidana denda hingga Rp10 juta.


Padahal, sebelumnya Abdul Wahab telah menerima peringatan keras dari Satpol PP, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa untuk tidak mengoperasikan mesin kelapa parut pada waktu-waktu tertentu. Namun, peringatan tersebut tampaknya diabaikan oleh pelaku, yang terkesan kebal hukum.


Lambannya Respons Aparat Penegak Hukum


Saat dikonfirmasi oleh media pada Senin (6/1), Kasat Reskrim Polres Tebingtinggi, AKP S. Sebayang, hanya menyampaikan bahwa kasus ini akan segera ditindaklanjuti. Namun, ketidakhadiran langkah konkret dari aparat penegak hukum membuat kasus ini tampak seperti jalan di tempat.


Kekecewaan Publik dan Desakan Tindakan Tegas


Azwar (60), salah satu warga yang melintas di lokasi kejadian, mengaku kecewa dengan tindakan arogansi pemilik usaha kelapa parut tersebut. Menurutnya, perilaku tersebut tidak hanya mengganggu ketenangan warga, tetapi juga menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap pelaksanaan ibadah.


Masyarakat kini mendesak Kapolda Sumut dan Kapolres Tebingtinggi untuk mengambil langkah tegas. Tindakan nyata diperlukan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum serta memastikan tidak ada lagi stigma “No Viral, No Justice” dalam sistem hukum Indonesia.


Kasus ini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum, mengingat korban adalah seorang wartawan yang selama ini berperan penting dalam menyuarakan kebenaran dan keadilan di tengah masyarakat.


Kami akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memberikan laporan eksklusif serta terpercaya untuk Anda. Tetap bersama kami untuk berita terbaru.

(Tim Redaksi)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update