Serdang Bedagai - Cnews – Kasus viral di berbagai media online dan media sosial yang menimpa Selamet (54), seorang pelaku UMKM pembuat opak asal Dusun 7 Kampung Lalang, Desa Simpang Empat, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Selamet ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Serdang Bedagai pada Senin (9/12/2024), bertepatan dengan Hari Antikorupsi Sedunia. Penetapan ini memicu cibiran tajam dari masyarakat, yang menilai langkah Kejari menyasar rakyat kecil di tengah banyak kasus dugaan korupsi besar yang belum tersentuh.
Kronologi Kasus: Dugaan Penyalahgunaan Kredit
Selamet, seorang pengusaha kecil yang mengalami kebangkrutan, diketahui mengambil fasilitas kredit dari salah satu bank BUMN di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2015. Kredit yang diajukan terdiri dari:
1. Fasilitas Kredit Rekening Koran (KRK) senilai Rp400 juta pada 18 Maret 2015 dengan tenor 12 bulan, seharusnya berakhir pada 18 Maret 2016.
2. Kredit tambahan dengan agunan berupa tanah milik Selamet dan pihak ketiga.
Kejari Sergai, dalam keterangannya, menyebut Selamet melakukan markup nilai agunan yang masih terikat kredit di Bank BTPN. Kepala Kejari Sergai, Rufina Br Ginting, SH, MH, menyatakan perhitungan kerugian negara mencapai Rp964.542.008.
“Kerugian tersebut berasal dari selisih baki debet nasabah sebesar Rp1.267.100.791 dikurangi nilai agunan Rp302.558.783,” terang Rufina dalam konferensi pers.
Keluarga Selamet: “Ini Tidak Adil”
Keluarga Selamet membantah tudingan tersebut dan menilai langkah Kejari Sergai tidak berdasar. Mujiani, istri Selamet, menegaskan bahwa agunan kredit sah dan kesulitan ekonomi mereka bukan bentuk korupsi.
“Untuk makan saja kami kesusahan. Kami tidak tahu apa-apa soal markup, apalagi korupsi,” ujar Mujiani sambil menangis.
Kuasa Hukum: Penetapan Tersangka Prematur
Ketua Tim Penasehat Hukum Selamet, Dedi Suheri, SH, menilai penetapan tersangka prematur. Menurutnya, agunan tersebut melibatkan aset pihak ketiga atas kesepakatan bersama, bukan rekayasa yang merugikan negara.
“Fakta di lapangan jelas berbeda. Kami menduga ada ketidaksesuaian dalam perhitungan dan penetapan ini. Kejari harus transparan,” tegas Dedi.
Respon Publik: Kritik Tajam Terhadap Kejari Sergai
Kasus ini menjadi topik perbincangan publik yang memicu gelombang kritik dari masyarakat. Publik menilai penegakan hukum di duga tidak adil dan menyasar rakyat kecil di tengah banyak nya dugaan kasus korupsi besar yang belum diusut tuntas, seperti dugaan penyelewengan dana desa dan proyek-proyek pemerintah " ungkap salah satu tim Koalisi Pewarta aktivis LBH dan LSM
“Kenapa kasus besar seperti korupsi di pemerintahan terkesan dibiarkan? Jangan hanya menekan rakyat kecil,” protes salah seorang warga.
Desakan juga muncul agar Presiden Terpilih, Prabowo Subianto, turun tangan memastikan keadilan bagi masyarakat kecil seperti Selamet dan mengevaluasi kinerja aparat penegak hukum di daerah.
Penahanan Selamet
Kejari Sergai resmi menahan Selamet selama 20 hari sejak 9 Desember 2024 hingga 28 Desember 2024 di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Tebing Tinggi. Selamet disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kesimpulan
Kasus Selamet mencerminkan keprihatinan publik terhadap dugaan ketimpangan penegakan hukum, khususnya bagi masyarakat kecil. Kejari Sergai diharapkan segera membuktikan transparansi dan profesionalisme dalam menangani kasus ini. Di sisi lain, Tim Penasehat Hukum Selamet bertekad memperjuangkan hak klien mereka hingga keadilan benar-benar ditegakkan.
( Tim - Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar