CNEWS, PAPUA — Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat WGAB, Yerry Basri, S.H., M.H., M.Ak, mengingatkan kalangan aktivis agar lebih cerdas, beretika, dan beradab dalam memanfaatkan media sosial sebagai ruang kritik dan kontrol publik. Ia menilai, belakangan muncul kecenderungan sebagian aktivis menggunakan media sosial dengan narasi ancaman, bahasa kasar, dan pernyataan tidak pantas yang berpotensi menabrak hukum.
“Kami melihat kecenderungan yang mengkhawatirkan. Kritik disampaikan bukan lagi dengan argumen, tetapi dengan ancaman dan kata-kata yang tidak beradab. Ini jelas bukan karakter aktivis intelektual,” ujar Yerry Basri kepada media, Selasa.
Menurutnya, aktivis sejatinya adalah kelompok yang memiliki wawasan luas, kecerdasan berpikir, serta pemahaman hukum. Karena itu, kritik publik harus disampaikan secara argumentatif, berbasis data dan regulasi, serta menjunjung tinggi etika dan martabat.
“Aktivis identik dengan intelektualitas. Kritik harus mencerdaskan publik, bukan menjadi perang saraf apalagi adu emosi yang tidak mendidik,” tegasnya.
Yerry juga mengingatkan bahwa media sosial bukan ruang bebas tanpa konsekuensi hukum. Unggahan bernuansa ancaman, ujaran kebencian, maupun tuduhan tanpa dasar, kata dia, sangat rentan menjerat penggunanya pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Saya juga seorang aktivis. Karena itu saya mengajak rekan-rekan aktivis untuk menggunakan media sosial dengan penuh hikmah, kebijaksanaan, dan kecerdasan. Jangan sampai semangat mengawal kepentingan publik justru berakhir pada persoalan hukum,” ujarnya.
Ia menegaskan, kritik yang disampaikan secara santun, beradab, dan terukur justru akan memperkuat posisi moral aktivis, meningkatkan kepercayaan publik, serta menjaga marwah gerakan sosial.
“Media sosial seharusnya menjadi sarana edukasi dan kontrol sosial yang sehat, bukan alat saling menyerang,” pungkas Yerry Basri.
( YBM)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar