CNEWS, KETAPANG, Kalimantan Barat | Senin, 16 Desember 2025
Insiden pengeroyokan terhadap dua anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) oleh sekelompok Warga Negara Asing (WNA) yang diduga Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, memicu kecaman keras lintas elemen masyarakat. Peristiwa yang terekam dan viral di media sosial ini dinilai bukan sekadar tindak kriminal, melainkan telah menyentuh martabat negara dan kedaulatan hukum Indonesia.
Ketua DPD Pasukan Adat Nusantara Indonesia (PANI) Provinsi Kalimantan Barat, Syafarahman, secara terbuka mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk bertindak tegas tanpa kompromi, termasuk deportasi massal apabila terbukti para pelaku merupakan WNA yang melanggar hukum nasional.
Kronologi Lapangan: Keributan Proyek Berujung Penyerangan Aparat Negara
Berdasarkan hasil penelusuran eksklusif tim redaksi di lapangan, insiden terjadi di area proyek di wilayah Kabupaten Ketapang. Keributan bermula ketika sekelompok sekitar 15 orang WNA diduga berperilaku anarkis, merusak kendaraan warga, serta memicu ketegangan dengan masyarakat sekitar.
Dua anggota TNI yang berada di lokasi dengan maksud melakukan peleraian dan pengamanan situasi justru menjadi sasaran pengepungan dan tindakan kekerasan secara bersama-sama. Situasi memanas hingga aparat gabungan dari Kodim setempat dan Polres Ketapang diterjunkan untuk mengendalikan keadaan.
Hingga berita ini diturunkan:
- Belasan orang telah diamankan
- Seluruh terduga pelaku menjalani pemeriksaan intensif
- Aparat melakukan pendalaman peran masing-masing individu
PANI Kalbar: “Ini Bukan Sekadar Pidana, Ini Penghinaan terhadap Negara”
Ketua DPD PANI Kalbar, Syafarahman, menyampaikan pernyataan keras kepada media. Menurutnya, pengeroyokan terhadap anggota TNI oleh WNA merupakan garis merah yang tidak boleh ditoleransi.
“Ini bukan lagi soal keributan biasa. Ini adalah pelecehan terhadap alat negara dan kedaulatan Republik Indonesia. Siapa pun pelakunya, apalagi jika WNA, harus ditindak tegas. Jika terbukti TKA, mereka wajib diproses hukum dan dideportasi,” tegas Syafarahman.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap aktivitas dan perilaku TKA di sejumlah proyek strategis daerah, yang menurutnya rawan memicu konflik horizontal dan vertikal.
Klaim dan Kekhawatiran Publik: Aparat Diminta Transparan
Di tengah kemarahan publik, beredar berbagai klaim dan spekulasi, termasuk dugaan bahwa pelaku bukan sekadar pekerja biasa. Menanggapi hal itu, Syafarahman menyatakan bahwa kecurigaan masyarakat harus dijawab dengan penyelidikan resmi, bukan ditutup-tutupi.
“Kalau memang hanya pekerja, buktikan. Kalau ada pelanggaran izin atau unsur pidana berat, negara harus hadir dan tegas. Jangan ada kesan pembiaran,” ujarnya.
Respons Aparat: 15 Orang Diamankan, Imigrasi Turun Tangan
Kapolres setempat menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mentolerir tindakan anarkis, terlebih yang menyasar aparat negara. Sebanyak 15 orang terduga pelaku telah diamankan dan diperiksa secara terpisah.
Penyelidikan mencakup:
- Identifikasi pelaku utama
- Pemeriksaan saksi dan korban
- Pengecekan izin tinggal dan izin kerja
- Koordinasi resmi dengan Kantor Imigrasi
“Jika ditemukan unsur pidana, proses hukum akan berjalan sesuai KUHP. Jika ada pelanggaran keimigrasian, langkah administratif termasuk deportasi akan ditempuh,” ujar pejabat kepolisian.
Reaksi Masyarakat: Desakan Tegas, Tolak Main Hakim Sendiri
Kasus ini memicu gelombang reaksi luas. Tokoh adat, pemuda, hingga organisasi masyarakat sipil menyuarakan:
- Penegakan hukum tanpa pandang bulu
- Evaluasi menyeluruh terhadap keberadaan TKA
- Perlindungan maksimal terhadap aparat negara
Namun demikian, sejumlah tokoh juga mengimbau masyarakat untuk menahan diri, tidak terprovokasi, dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada negara.
Catatan Penting: Fakta Harus Dipisahkan dari Dugaan
Redaksi menegaskan:
- Dugaan afiliasi militer atau kepentingan strategis asing belum terbukti
- Hingga saat ini tidak ada pernyataan resmi dari TNI, Polri, maupun Imigrasi terkait latar belakang non-pekerja para pelaku
- Setiap klaim strategis harus diuji secara hukum dan forensik
Penyebaran informasi yang belum diverifikasi berpotensi memicu disinformasi dan eskalasi konflik sosial.( Tim)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar