CNEWS, Jakarta — Satuan Kerja Kesejahteraan Prajurit (SKKP), lembaga yang diketuai seorang purnawirawan polisi berinisial HT berpangkat Brigjen Pol (Purn), kembali menjadi sorotan. Setelah meninggalkan utang biaya sewa ballroom hotel di Manado, Sulawesi Utara, organisasi ini juga diduga melakukan praktik manipulatif terhadap ratusan warga Papua hingga pemilik dapur sehat (SPPG) di Lampung.
Utang Empat Bulan Tak Dibayar di Hotel Bintang Lima Manado
Seorang sales marketing Hotel Fourpoints by Sheraton Manado, Vita, mengungkapkan bahwa SKKP masih menunggak pembayaran penggunaan ballroom sebesar Rp4 juta sejak beberapa bulan lalu.
“Sudah dijanjikan berkali-kali akan dibayar, tapi chat dan telepon saya tidak lagi direspons,” ungkap Vita melalui pesan WhatsApp, Senin (3/10/2025).
Tunggakan ini muncul setelah SKKP menggelar sebuah kegiatan di hotel tersebut namun tak menyelesaikan kewajiban pembayaran.
Ratusan Warga Papua Merugi: Janji Investasi SPPG Tidak Terbukti
Kasus jauh lebih besar menimpa masyarakat Papua. SKKP mengajak warga di enam provinsi se-Tanah Papua bergabung dengan janji akan menghadirkan investasi pembangunan dapur sehat (SPPG). Iming-iming itu membuat masyarakat membentuk kepengurusan hingga tingkat kabupaten/kota.
Bahkan, pada Februari 2025, dilakukan pelantikan pengurus SKKP Papua dengan biaya swadaya masyarakat mencapai hampir Rp500 juta di Jayapura.
Namun setelah struktur organisasi terbentuk dan jaringan masyarakat adat, pemuda hingga tokoh agama dikonsolidasikan, investasi yang dijanjikan tidak pernah datang.
“Kita bekerja keras mempersiapkan semuanya, tapi SKKP Pusat justru menyuruh kami mencari investor sendiri. Padahal sejak awal mereka menjanjikan akan membawa investor,” ujar salah satu Ketua SKKP Papua kepada Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke.
Lampung: SPPG Harus Setor Rp500 per Anak per Hari ke SKKP Pusat
Di Kabupaten Mesuji, Lampung, pemilik tiga SPPG mengaku diwajibkan menyetor Rp500 per anak per hari dari dana Bantuan Gizi Nusantara (BGN) kepada Yayasan SKKP Pusat—padahal lembaga itu tidak mengeluarkan modal pembangunan dapur.
“Berat sekali, tapi kami takut dapur ditutup. Ketua yayasannya polisi, kami kuatir dibuat masalah kalau tidak ikut,” kata seorang pemilik yang meminta identitasnya dirahasiakan.
PPWI: SKKP Hanya Memanfaatkan Jaringan Masyarakat
Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, menyatakan kekecewaannya terhadap perilaku pimpinan SKKP. Ia bahkan meminta BGN mengevaluasi kemitraan dengan yayasan tersebut.
“Saya pernah gabung karena ketuanya teman saya. Tapi saya sadar dia hanya memanfaatkan jaringan PPWI untuk kepentingan pribadinya. Bagi saya, SKKP itu lebih cocok disebut Satuan Kerja Kesejahteraan Pribadi,” tegas Wilson.
Dugaan Penipuan Lain: Investor Tambang dan Pengusaha Papua-Sulut Ikut Jadi Korban
Wilson juga membeberkan sejumlah laporan korban lain. Seorang pengusaha di Batam mengalami kerugian lebih dari Rp500 juta setelah diajak bekerja sama menambang timah di Bangka Belitung.
“Uang habis, wilayah tambang tidak jelas, ditelpon tidak diangkat, pesan WA tidak pernah dibalas,” ungkap Wilson.
Informasi dari Sulawesi Utara menyebut oknum Brigjen Pol (Purn) HT juga meminta setoran Rp1,5 miliar dari seorang pengusaha tambang emas dengan janji mengurus dokumen perizinan di Jakarta.
PPWI Imbau Publik Waspada
“Jangan sampai masyarakat jadi korban berikutnya. Uang habis, izin tidak jelas. Publik harus waspada terhadap lembaga bernama SKKP maupun oknum HT,” tutup Wilson.
TIM/Red

Tidak ada komentar:
Posting Komentar