Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Anak Papua Asli Keerom Terpaksa Putus Sekolah karena Minim Anggaran: “Pendidikan Tidak Boleh Menjadi Hak yang Dihapuskan”

Kamis, 27 November 2025 | Kamis, November 27, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-27T13:12:16Z


CNEWS, Keerom, Papua — Krisis pendidikan kembali mencuat di Kabupaten Keerom, wilayah perbatasan yang selama ini menjadi beranda Republik Indonesia. Sejumlah Anak Papua Asli Keerom (APAK) dilaporkan terpaksa menghentikan pendidikan mereka bukan karena kemalasan, melainkan karena tidak adanya dukungan anggaran pendidikan dari pemerintah daerah maupun pihak terkait.


Situasi ini menimbulkan keprihatinan luas, terutama karena berlangsung di wilayah yang seharusnya menjadi prioritas negara dalam pemerataan pendidikan.


Ketika Pendidikan Menjadi Kemewahan di Tanah Perbatasan


Di tengah semangat nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, realitas di Keerom justru menunjukkan wajah yang berbeda. Anak-anak yang lahir dan tumbuh di tanah perbatasan—yang seharusnya menjadi simbol kehadiran negara—kini justru menghadapi masa depan yang kabur.


Mereka tidak menuntut istimewa. Mereka tidak meminta fasilitas mewah. Yang mereka minta hanyalah kesempatan belajar seperti anak-anak Indonesia lainnya.


“Mereka hanya ingin hak sederhana: kesempatan bermimpi dan berdiri sejajar dengan anak-anak seluruh Nusantara,” ungkap seorang tokoh pendidikan Keerom.


Pertanyaan Besar: Ke Mana Anggaran Pendidikan?


Kondisi ini memicu pertanyaan serius mengenai komitmen negara. UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa negara wajib mencerdaskan kehidupan bangsa—tanpa pengecualian.


Namun fakta lapangan memperlihatkan bahwa sebagian anak Papua justru terpaksa berhenti sekolah karena keterbatasan biaya transportasi, tidak adanya beasiswa, minimnya bantuan operasional, hingga lemahnya dukungan pemerintah lokal.


“Saat seorang anak Papua berhenti sekolah karena biaya, yang terluka bukan hanya dirinya—yang terluka adalah jiwa bangsa ini,” kata seorang pemerhati pendidikan Papua.

 

Kegagalan Sistemik yang Mengancam Masa Depan

Pakar pendidikan menilai kondisi Keerom mencerminkan kegagalan sistemik dalam perencanaan, penganggaran, dan pengawasan pendidikan di daerah tertinggal. Minimnya keberpihakan anggaran menyebabkan:


  • meningkatnya angka putus sekolah,
  • rendahnya indeks pembangunan manusia,
  • melemahnya kompetensi generasi muda Papua, serta
  • hilangnya kesempatan emas bagi talenta asli Keerom untuk berkembang.


Jika situasi ini dibiarkan, masa depan Keerom akan kehilangan generasi emas yang seharusnya menjadi agen perubahan di tanah mereka sendiri.


“Masihkah Negara Memiliki Hati?”


Seruan moral dari masyarakat Papua kini menggema: apakah negara masih memiliki hati untuk anak-anak di perbatasan?


Tanggung jawab pendidikan bukan hanya angka dalam APBD atau laporan tahunan birokrasi. Ia adalah wajah negara, martabat bangsa, dan cermin sejauh mana Indonesia benar-benar hadir di wilayah perbatasan.


“Mereka hanya ingin belajar. Pertanyaannya kini bukan lagi ‘mampukah mereka?’ tetapi ‘masihkah negara peduli?’”

 

Tuntutan: Pemerintah Harus Turun Tangan


Masyarakat, aktivis pendidikan, dan tokoh adat meminta:


  1. Audit anggaran pendidikan Keerom secara menyeluruh, termasuk alokasi beasiswa dan dana operasional.
  2. Intervensi pemerintah pusat jika ditemukan kelalaian pemerintah daerah.
  3. Beasiswa khusus Anak Papua Asli Keerom, termasuk dukungan transportasi dan biaya hidup.
  4. Penguatan peran sekolah perbatasan agar benar-benar menjadi ujung tombak kehadiran negara.


Kondisi Keerom menjadi pengingat bahwa pendidikan bukan slogan. Ia adalah hak konstitusional yang harus diwujudkan, bukan ditunda.

(Jika tidak disuarakan, ketidakadilan akan tetap dibiarkan diam.) ( YBM) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update