CNEWS, Mukomuko – PT. Karya Sawitindo Mas (KSM), perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Desa Tanjung Alai, Kecamatan Lubuk Pinang, dan berbatasan dengan Desa Pauh Terenja, Kecamatan XIV Koto, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, diduga kuat hingga kini belum menjalankan kewajiban menyediakan plasma 20% bagi masyarakat.
Padahal, ketentuan itu diatur jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021, UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dan diperkuat melalui UU Cipta Kerja, yang menegaskan perusahaan perkebunan wajib memfasilitasi kebun masyarakat minimal 20% dari total lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki.
Bahkan, Pasal 107 UU Perkebunan menyatakan bahwa perusahaan yang sengaja tidak memfasilitasi plasma dapat dipidana hingga 5 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
Warga: “Sejak Berdiri, Tidak Pernah Ada Plasma”
Kepala Desa Pauh Terenja, Rodi Hartono, S.H., menyebut PT. KSM tidak pernah berinisiatif membicarakan kewajiban plasma.
“Dari awal berdiri sampai saya menjabat, tidak pernah ada kesepakatan ataupun realisasi plasma 20%. Pihak perusahaan pun tidak pernah sosialisasi,” tegas Rodi, Selasa (30/9/2025).
Hal serupa diungkapkan Ketua BPD Desa Pauh Terenja, Lirit, yang menuding PT. KSM abai aturan.
“Desa kami termasuk ring 1 PT. KSM. Harapan kami sederhana: perusahaan harus jalankan kewajiban plasma 20%. Itu hak masyarakat, bukan belas kasihan,” katanya.
Pemerintah Daerah Mulai Bergerak
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko, Iwan Cahaya, mengaku pihaknya belum menerima laporan resmi dari PT. KSM soal plasma.
“Kami masih menunggu klarifikasi dari perusahaan. Sampai hari ini belum ada pemberitahuan resmi terkait 20% plasma. Namun kami tetap melakukan monitoring dan evaluasi untuk memastikan kepatuhan perusahaan,” ujarnya.
Sementara itu, Camat XIV Koto, Singgih Promono, MH, menegaskan bahwa kewajiban plasma tidak bisa dinegosiasi.
“Kewajiban ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Jika perusahaan tidak taat, perizinan bisa dievaluasi,” ujarnya.
Ia memastikan Pemkab Mukomuko dalam waktu dekat akan melakukan evaluasi perizinan seluruh perusahaan perkebunan.
Sikap Pemerintah Pusat: “HGU Bisa Dicabut”
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, berkali-kali menegaskan bahwa plasma merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari HGU.
“Kalau perusahaan tidak mau buat plasma, akan kami tegur. Kalau tetap bandel, HGU bisa kami cabut. Ini aturan, bukan tawar-menawar,” tegas Nusron, dikutip dari elaeis.co.
PPWI: Saatnya Aparat Bertindak, Jangan Tunggu Konflik
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, menilai pelanggaran plasma tidak boleh dianggap sepele.
“Jika terbukti ada kesengajaan, ini bukan lagi sekadar pelanggaran administratif. Pasal 107 UU Perkebunan jelas menyebut ada ancaman pidana. Jaksa dan kepolisian harus berani menindak, jangan menunggu konflik horizontal,” tegas alumni Lemhannas PPRA 48 itu.
Masyarakat Menanti Ketegasan Hukum
Hingga kini, masyarakat Desa Pauh Terenja dan sekitarnya masih menunggu kepastian realisasi plasma dari PT. KSM. Mereka berharap pemerintah daerah, kementerian terkait, hingga aparat penegak hukum benar-benar bertindak tegas, bukan sekadar wacana.
Kasus PT. KSM menjadi cerminan persoalan klasik di industri perkebunan sawit: ketidakpatuhan terhadap kewajiban plasma yang seharusnya menjadi instrumen pemerataan ekonomi desa sekitar. Jika terus dibiarkan, potensi konflik agraria antara masyarakat dan perusahaan hanya tinggal menunggu waktu. ( Red)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar