Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Kejati Sumut Tangkap Dua Mantan Pejabat BPN: Diduga Terlibat Korupsi Pengalihan 8.077 Hektare Aset PTPN I ke Pengembang Citraland

Rabu, 15 Oktober 2025 | Rabu, Oktober 15, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-15T16:52:51Z


Negara Berpotensi Rugi Besar, Lahan HGU Dilego Jadi HGB Tanpa Penyerahan 20 Persen ke Negara


CNEWS | MEDAN —Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) resmi menahan dua mantan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dan pengalihan aset milik PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I) Regional I kepada pihak swasta — yakni PT Nusa Dua Propertindo (NDP) dan PT Ciputra Land, pengembang kawasan Perumahan Citraland.


Dua pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka ialah Askani, mantan Kepala Kantor Wilayah BPN Sumut (2022–2024), dan Rahim Lubis, mantan Kepala Kantor BPN Kabupaten Deli Serdang (2023–2024). Keduanya diduga kuat menyalahgunakan kewenangan dalam penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas lahan seluas 8.077 hektare, yang sebelumnya berstatus Hak Guna Usaha (HGU) milik PTPN I.


Penahanan Resmi dan Dasar Hukum


Penahanan kedua tersangka dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejati Sumut Nomor PRINT-21/L.2/Fd.2/10/2025 untuk Askani dan PRINT-22/L.2/Fd.2/10/2025 untuk Rahim Lubis.


“Benar, keduanya sudah kami tahan sejak Selasa, 14 Oktober 2025, untuk 20 hari pertama di Rutan Kelas I-A Tanjung Gusta Medan,” ujar Plh. Kasi Penkum Kejati Sumut, Muhammad Husairi, Rabu (15/10).


Keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Modus: Lahan Negara Dilepaskan Tanpa Pemenuhan Kewajiban


Menurut hasil penyidikan, Askani dan Rahim Lubis diduga berperan dalam menerbitkan sertifikat HGB atas nama PT NDP tanpa terlebih dahulu memastikan kewajiban pengembang untuk menyerahkan 20 persen lahan kepada negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 165 Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021.


“Dalam setiap perubahan status lahan dari HGU ke HGB, pengembang wajib menyerahkan minimal 20 persen dari total luas lahan kepada negara. Kewajiban ini tidak dipenuhi, dan hal itu jelas berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah signifikan,” tegas Husairi.


Jaringan Bisnis di Balik Kasus


PT NDP diketahui merupakan perusahaan hasil kerja sama operasional antara PTPN I Regional I dan PT Ciputra Land. Lahan yang semula dikuasai negara itu kemudian dialihkan dan dikelola oleh PT Deli Megah Karya Realty (DMKR) untuk proyek Citraland Elvetia (2022), Citraland Tanjung Morawa, dan Citraland Sampali.


Proyek-proyek tersebut berkembang menjadi kawasan perumahan mewah, padahal sebagian besar lahan yang digunakan masih berstatus eks-HGU yang belum tuntas pengalihannya.


Negara Dirugikan, Audit Masih Berjalan


Kejati Sumut menegaskan bahwa negara kehilangan hak atas sekitar 20 persen dari total 8.077 hektare lahan, yang seharusnya menjadi aset publik. Nilai kerugian negara saat ini masih dalam proses audit resmi oleh aparat pengawasan internal dan eksternal.


Dari total luas tanah tersebut, baru sebagian yang telah beralih status menjadi HGB dan dibangun proyek perumahan. Selebihnya masih dalam proses pengembangan yang kini dipantau oleh tim penyidik.


Kemungkinan Tersangka Baru


Penyidik Kejati Sumut belum menutup kemungkinan adanya pihak lain yang turut terlibat dalam skandal ini, termasuk unsur dari pihak swasta maupun oknum pejabat lain di internal BPN dan PTPN.


“Penyidikan masih berjalan. Kami akan mendalami lebih jauh kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam proses penerbitan HGB tersebut,” ujar Husairi.


Analisis : Dugaan “Penggarongan Sistematis” Aset Negara


Kasus ini memperlihatkan dugaan kolusi sistematis antara pejabat BPN dan korporasi properti besar dalam memuluskan alih fungsi lahan strategis milik negara. Modus serupa pernah terjadi di beberapa provinsi, dengan pola pengalihan HGU menjadi HGB tanpa pemenuhan kewajiban sosial maupun tata ruang.


Jika terbukti, kasus ini dapat menjadi salah satu skandal pertanahan terbesar di Sumatera Utara dalam lima tahun terakhir, melibatkan jaringan korporasi besar dan potensi kerugian negara (RI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update