Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Kasus Hukum di Wajo Mandek, Publik Soroti Lemahnya Kinerja Polres dan Kejari

Sabtu, 11 Oktober 2025 | Sabtu, Oktober 11, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-11T11:18:10Z

 


C NEWS | WAJO — Kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Kabupaten Wajo kian tergerus. Sejumlah kasus besar yang ditangani aparat penegak hukum—baik Polres Wajo maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) Wajo—dinilai mandek dan tidak menunjukkan progres berarti. Dari dugaan asusila hingga korupsi miliaran rupiah, deretan perkara di daerah ini justru tampak “jalan di tempat” tanpa kepastian hukum yang jelas.


Kasus Oknum Bawaslu HR: Laporan Bulan Juni, Progres Nihil


Kasus paling mencolok adalah dugaan pelecehan seksual oleh salah satu komisioner Bawaslu Wajo berinisial HR terhadap staf perempuannya.
HR dilaporkan telah melakukan tindakan cabul hingga lima kali. Laporan resmi diserahkan ke Polres Wajo pada 17 Juni 2025, namun hingga kini belum ada kejelasan status hukum, apalagi penetapan tersangka.


Padahal, perkara ini sejak awal menyita perhatian publik karena melibatkan pejabat lembaga penyelenggara pemilu yang seharusnya berintegritas tinggi.
Sejumlah kalangan mendesak Polres Wajo bersikap tegas dan transparan, agar kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian tidak terus menurun.


Korupsi Baznas: LPJ Fiktif yang “Digantung”


Sorotan publik juga tertuju pada dugaan korupsi di Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Wajo, yang diduga melibatkan modus laporan pertanggungjawaban (LPJ) fiktif.
Kasus ini mulai diselidiki sejak April 2024, namun hingga Oktober 2025 belum ada perkembangan berarti.


Polres Wajo beralasan masih menunggu hasil audit BPKP untuk memastikan nilai kerugian negara, tetapi publik menilai alasan tersebut terlalu klise dan memakan waktu terlalu lama.
Aktivis antikorupsi menyebut penanganan kasus ini “terkesan digantung” dan mencerminkan lemahnya komitmen pemberantasan korupsi di daerah.


Kasus Pungli PKL: Tersangka Ada, Penahanan Tak Jalan


Ironisnya, ketika kasus besar mandek, Polres Wajo justru cepat menetapkan MR—pemilik Toko Azka—sebagai tersangka dugaan pungutan liar (pungli) terhadap sejumlah pedagang kaki lima di Jalan Andi Paggaru, Kota Sengkang.
Namun, hingga kini MR belum ditahan.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya: mengapa kasus kecil bisa cepat naik, tapi perkara besar seolah “disandera” waktu?


Kejari Wajo Ditekan Soal Kasus BPNT Rp9 Miliar: “Pejabat Dinas Aman?”


Kritik tajam juga menghantam Kejaksaan Negeri Wajo, terutama dalam penanganan kasus Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) senilai Rp9 miliar yang terjadi sepanjang 2018–2021.
Tiga orang telah ditetapkan tersangka: S (Pendamping), MR (Koordinator Daerah), dan AN (Direktur CV Jembatan Cela).


Namun hingga kini tak satu pun pejabat Dinas Sosial atau PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) tersentuh hukum, padahal dokumen proyek menunjukkan keterlibatan pejabat struktural dalam mekanisme pengadaan.
Publik pun mempertanyakan: apakah hukum di Wajo benar-benar setara untuk semua?


Bibit Murbei dan Kredit Fiktif: Janji Kajari yang Tak Terpenuhi


Dalam refleksi akhir tahun 2024 lalu, Kajari Wajo Andi Usama menjanjikan bahwa kasus BPNT, pengadaan bibit murbei Rp1,1 miliar, serta kredit fiktif di BPD Sulsel Sengkang akan menjadi prioritas penyelesaian di 2025.


Namun, memasuki triwulan terakhir tahun ini, janji itu tinggal wacana.
Audit terhadap proyek murbei yang rampung awal 2025 tak kunjung ditindaklanjuti, sementara kasus kredit fiktif bank daerah tersebut pun senyap tanpa kabar.


Pola Lama yang Berulang: Laporan, Audit, Lalu Diam


Fenomena lambannya proses hukum bukan hal baru di Wajo.
Pada 2023, proyek rehabilitasi jalan Tobulelle di Kecamatan Penrang dengan nilai sekitar Rp10 miliar juga dilaporkan ke Polres Wajo karena dugaan korupsi. Namun kasus itu mangkrak hingga pelapor akhirnya membawa persoalan tersebut ke Mabes Polri.


PUKAT Sulsel: “Hukum di Wajo Telah Kehilangan Taring”


Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Sulsel, Farid Mamma, SH., MH., menilai penegakan hukum di Wajo tengah berada di titik nadir.
Menurutnya, kasus-kasus besar yang mandek memperlihatkan lemahnya komitmen aparat dan menimbulkan krisis kepercayaan publik.


“Kasus-kasus besar seperti korupsi BPNT, Baznas, maupun dugaan asusila di Bawaslu seolah dibiarkan berlarut-larut tanpa kepastian hukum. Ini menunjukkan lemahnya integritas dan keberanian aparat dalam menegakkan supremasi hukum,” tegas Farid.

 

Ia menambahkan, masyarakat kini semakin cerdas memantau proses hukum dan tidak akan tinggal diam bila melihat adanya indikasi tebang pilih atau intervensi kekuasaan.


“Hukum bukan milik pejabat, tapi hak rakyat. Jika penegak hukum bekerja setengah hati, kepercayaan publik akan runtuh,” ujarnya.


Publik Menunggu Bukti Nyata Penegakan Hukum

Deretan kasus yang mandek ini menjadi potret buram wajah penegakan hukum di Wajo.
Publik kini menuntut transparansi, keadilan, dan keberanian aparat penegak hukum dalam menyelesaikan perkara tanpa pandang bulu.


Jika Polres dan Kejari Wajo terus membiarkan stagnasi ini, maka daerah yang dikenal religius dan beradat itu bisa tercatat bukan karena ketegasan hukumnya, melainkan karena lambannya keadilan ditegakkan.  

( Laporan : AZ | CN)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update