CNEWS, Jakarta, Washington D.C., 30 September 2025 – Bayang-bayang penutupan pemerintahan federal (government shutdown) semakin nyata di Amerika Serikat. Jika hingga tengah malam, Rabu 1 Oktober 2025, tidak ada kesepakatan, layanan publik akan lumpuh, gaji ratusan ribu pegawai federal tertunda, dan ekonomi domestik berpotensi terguncang.
Hingga Selasa sore, Kongres masih terjebak dalam kebuntuan. RUU sementara yang diloloskan DPR dan dibawa ke Senat menghadapi resistensi kuat dari Demokrat. GOP mendorong perpanjangan anggaran tujuh minggu dengan kondisi status quo, sementara Demokrat menuntut tambahan klausul perpanjangan subsidi asuransi kesehatan yang akan habis masa berlakunya.
Pertemuan antara pimpinan Kongres dan Presiden Donald Trump di Gedung Putih sehari sebelumnya pun berakhir tanpa hasil. Justru, Trump melempar sinyal keras: shutdown “kemungkinan besar akan terjadi,” dan pemerintahannya bisa menggunakan krisis ini untuk melakukan “pemangkasan permanen” terhadap program-program yang selama ini jadi prioritas Demokrat.
GOP Menekan, Demokrat Bertahan
Mayoritas Senat dari Partai Republik, John Thune, menyebut krisis ini sebetulnya “sepenuhnya bisa dihindari.” Ia mendesak Demokrat bersikap rasional.
“Kalau pemerintah tutup, itu keputusan Demokrat,” kata Thune. Ia menuding perbedaan sikap Demokrat hanyalah kepentingan politik karena Trump kembali berkuasa.
Di sisi lain, Demokrat melihat GOP berusaha menekan mereka agar menyerah tanpa jaminan sosial tambahan. Mereka berpendapat, tanpa subsidi kesehatan, jutaan warga berisiko kehilangan akses perlindungan, terutama di tahun politik yang sarat ketidakpastian.
Perang Narasi: “Siapa yang Harus Disalahkan?”
Kebuntuan ini tidak sekadar teknis anggaran, melainkan soal penguasaan opini publik. Di kantor Ketua DPR Mike Johnson, sebuah layar besar menayangkan kompilasi video pernyataan lama para tokoh Demokrat yang mengutuk keras shutdown. Kini, rekaman itu disandingkan dengan sikap terbaru Demokrat yang menolak rancangan GOP.
“Di bawah Presiden Trump, nada mereka berubah,” demikian narasi teks yang menyindir inkonsistensi Demokrat.
Demokrat, di sisi lain, membingkai krisis ini sebagai bukti bahwa Partai Republik menolak melindungi kesehatan rakyat dan hanya berfokus menjaga Trump tetap unggul dalam konfrontasi politik.
ANALISIS EKSKLUSIF: Pertarungan Strategi di Tahun Politik
-
Strategi Trump dan GOP
- Trump dan sekutunya melihat shutdown sebagai peluang politik. Dengan menuding Demokrat sebagai biang keladi, mereka bisa memobilisasi basis konservatif sekaligus melemahkan agenda sosial Demokrat.
- “Pemangkasan permanen” yang disebut Trump berpotensi diarahkan pada program kesejahteraan yang lama dikritik kubu konservatif.
-
Perhitungan Demokrat
- Demokrat memilih bertahan karena menyerah sekarang berarti kehilangan daya tawar pada isu sosial yang krusial.
- Dengan mempertahankan posisi, mereka bisa menggalang dukungan publik yang khawatir soal hilangnya akses kesehatan.
-
Risiko bagi Kedua Pihak
- Jika shutdown terjadi: Publik bisa marah pada siapa pun yang dianggap keras kepala. GOP bisa terkena imbas jika warga melihat Trump sengaja “mengorbankan” layanan publik demi politik. Sebaliknya, Demokrat bisa disalahkan jika isu subsidi kesehatan gagal dikomunikasikan dengan baik.
- Jika kompromi dicapai: Kedua pihak mungkin akan kehilangan sebagian basis mereka, karena terlihat terlalu lunak.
Implikasi Lebih Luas
Shutdown berpotensi mengguncang ekonomi domestik, menunda gaji pegawai federal, hingga mengganggu layanan vital dari pengawasan keamanan bandara hingga riset medis. Lebih jauh, krisis ini bisa memengaruhi peta politik jelang Pemilu Paruh Waktu 2026, di mana kendali Kongres akan kembali diperebutkan.
Dengan polarisasi politik yang makin dalam, krisis kali ini lebih dari sekadar soal angka anggaran. Ia menjadi ajang uji coba kekuatan: apakah Trump berhasil membingkai Demokrat sebagai penghambat, atau Demokrat sukses menampilkan GOP sebagai pihak yang mengabaikan rakyat? ( Red. CN)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar