CNEWS , Tebing Tinggi, Sumatera Utara | 3 September 2025 — Dugaan keracunan massal di Sekolah Rakyat (SR) Tebing Tinggi kembali mencuat setelah 18 siswa jatuh sakit pada Senin pagi (1/9). Kasus ini bukan kali pertama, sebab insiden serupa juga terjadi hanya sepekan sebelumnya. Fakta ini menimbulkan pertanyaan serius: ada apa di balik distribusi makanan untuk siswa SR, dan siapa yang harus bertanggung jawab?
Dua Insiden dalam Satu Minggu
Dari total 97 siswa SR, 18 di antaranya — 1 laki-laki dan 17 perempuan — mengalami gejala mual, pusing, hingga harus dirawat. Sebanyak 12 dibawa ke RS Natama, 4 ke Puskesmas Tanjung Marulak, dan 2 lainnya ditangani di UKS sekolah.
Ironisnya, peristiwa ini berulang. Pada Senin (25/8), 17 siswa juga mengalami gejala serupa, bahkan harus dirawat di RS Natama dan Puskesmas Teluk Karang.
Direktur RS Natama, dr. Edi Sembiring, membenarkan bahwa gejala yang dialami siswa konsisten dengan indikasi keracunan makanan.
“Anak-anak yang dirujuk sempat mengalami gejala mual dan pusing. Sebagian sudah pulih setelah mendapatkan perawatan,” jelasnya.
Polemik Tanggung Jawab: Sekolah Lempar ke Kemensos
Kepala SR, Khairul Anwar Lubis, mengaku pihaknya tidak berwenang menentukan vendor katering.
“Sekolah tidak tahu siapa vendor kateringnya. Itu langsung diatur oleh Kemensos. Kami hanya menerima,” tegasnya.
Namun, pernyataan ini justru membuka tabir persoalan. Jika sekolah tidak berwenang, siapa yang mengawasi kualitas makanan yang dikonsumsi anak-anak setiap hari?
Vendor katering sebelumnya, Idramsyah, menegaskan kontraknya telah berakhir pada 31 Agustus 2025, sehari sebelum insiden.
“Kontrak kerja saya sudah selesai. Untuk lebih jelasnya, silakan konfirmasi langsung ke pihak Sekolah Rakyat atau Kemensos,” katanya.
Pernyataan ini menimbulkan tanda tanya: siapa sebenarnya vendor yang memasok makanan pada 1 September — hari terjadinya keracunan? Hingga kini, tidak ada kejelasan.
Dugaan Kelalaian dan Bisnis Gelap
Sejumlah pemerhati pendidikan dan aktivis kesehatan masyarakat menilai pola ini menunjukkan kelalaian struktural. Skema pengadaan katering SR diduga sarat praktik bisnis gelap, di mana vendor ditunjuk tanpa mekanisme transparan, sementara pengawasan nyaris tidak ada.
Kasus ini juga memperlihatkan lemahnya koordinasi antara pihak sekolah, pemerintah daerah, dan Kemensos. Jika mekanisme distribusi makanan benar-benar tidak jelas, maka siswa-siswa SR sejatinya sedang dijadikan korban dari sistem yang abai terhadap keselamatan anak.
Desakan Orang Tua: Transparansi dan Audit
Orang tua siswa mendesak kasus ini segera diusut tuntas. Mereka menuntut audit menyeluruh terhadap proses penunjukan vendor katering SR di Tebing Tinggi maupun daerah lain.
“Kami titipkan anak untuk belajar, bukan untuk jadi korban makanan beracun. Pemerintah jangan tutup mata,” tegas salah satu orang tua murid yang anaknya dirawat di RS Natama.
Jalan Panjang Pengungkapan
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Kemensos maupun SR Tebing Tinggi belum memberikan klarifikasi resmi terkait vendor katering pada hari kejadian. Publik kini menunggu keseriusan aparat penegak hukum dan pemerintah pusat untuk mengusut dugaan kelalaian, sekaligus membuka siapa aktor-aktor di balik distribusi makanan SR.
Tanpa langkah tegas, kasus serupa dikhawatirkan akan terus berulang — dan ratusan siswa SR di berbagai daerah tetap hidup dalam ancaman berbahaya dari makanan yang seharusnya menyehatkan, bukan mencelakai. ( RI JEKS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar