CNews, Deli Serdang – Kasus dugaan kekerasan fisik terhadap anak yang menyeret nama Mnr Tarigan alias Manyol bukan sekadar perkara pidana biasa. Di balik penanganannya, terselip pola yang mengindikasikan adanya jejaring perlindungan di tubuh Polresta Deli Serdang.
Profil Singkat Tersangka: Sosok yang Disegani di Lingkungan Lokal
Mnr Tarigan dikenal sebagai figur berpengaruh di kawasan STM Hilir. Informasi lapangan menyebutkan, selain memiliki hubungan kekerabatan luas, ia juga diduga punya akses ke sejumlah tokoh dan aparat. Hal ini diduga membuatnya “sulit tersentuh” meskipun telah berstatus tersangka dalam kasus yang melibatkan korban anak di bawah umur.
Seorang warga Dusun II Beringin, yang enggan disebutkan namanya, mengaku tidak kaget jika kasus ini tidak berakhir dengan penahanan. “Kalau orang biasa, sudah lama digiring ke tahanan. Tapi kalau dia (Mnr), biasanya cepat selesai,” ucapnya.
Pola Penanganan yang Janggal
Dari dokumen SP2HP tertanggal 31 Juli 2025, jelas disebutkan telah dilakukan penangkapan terhadap Mansur. Namun, fakta di lapangan menunjukkan ia kembali bebas tanpa alasan jelas yang disampaikan ke publik.
Keterangan resmi Ipda Joni Hasibuan soal “pertimbangan” dan “boleh ditahan atau tidak” dianggap janggal, mengingat Pasal 80 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2016 menyatakan pelaku kekerasan terhadap anak dapat dipidana penjara maksimal lima tahun dan dapat langsung dilakukan penahanan sesuai KUHAP.
Lebih jauh, Brigadir OT Unit PPA yang menangani perkara justru mendorong opsi damai lewat pesan singkat, sebuah langkah yang menabrak prinsip lex specialis UU Perlindungan Anak yang menegaskan kasus kekerasan anak tidak dapat dihentikan melalui perdamaian.
Dugaan Jejaring Perlindungan
Berdasarkan penelusuran Forum Masyarakat Indonesia dan keterangan sejumlah sumber, terdapat indikasi keterlibatan oknum di level penyidik hingga pejabat Polresta. Dugaan ini menguat lantaran:
- Tidak diberikan salinan LP kepada pelapor (Jondri Silaban), padahal itu adalah hak pelapor.
- Tersangka tetap bebas tanpa penahanan, meski ancaman hukuman memenuhi syarat penahanan.
- Upaya mediasi informal yang dilakukan penyidik, meski kasus termasuk delik yang harus diproses sampai pengadilan.
Kuat dugaan, faktor kedekatan personal dan kemungkinan keterlibatan penasihat hukum berpengaruh dalam keputusan internal kepolisian.
Analisis Hukum: Mengapa Penahanan Seharusnya Wajib
Menurut Pasal 21 KUHAP, penahanan dapat dilakukan terhadap tersangka yang diancam pidana lima tahun atau lebih. Pasal 80 ayat (1) UU Perlindungan Anak mengatur hukuman maksimal lima tahun untuk kekerasan terhadap anak, sehingga memenuhi syarat penahanan.
Tidak adanya penahanan justru menimbulkan risiko: tersangka dapat menghilangkan barang bukti, mempengaruhi saksi, atau melarikan diri.
Praktik ini bertentangan dengan prinsip equality before the law sebagaimana diatur Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 3 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri yang menegaskan bahwa penegakan hukum harus dilakukan tanpa diskriminasi.
Dampak Sosial dan Tuntutan Publik
Kasus ini telah memicu gelombang kekecewaan warga Desa Negara Beringin. Masyarakat menilai Polresta Deli Serdang gagal memberikan rasa keadilan bagi korban. “Kalau polisi saja bisa pilih-pilih hukum, lalu ke mana rakyat harus mencari keadilan?” ujar seorang tokoh desa.
FMI bersama keluarga korban mendesak Kapolda Sumut dan bahkan Mabes Polri turun tangan melakukan audit investigasi internal terhadap seluruh pihak yang menangani perkara ini. Jika terbukti ada pelanggaran kode etik atau penyalahgunaan wewenang, oknum tersebut harus dicopot dan diproses hukum.
( Tim - Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar