Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Amnesti untuk Hasto dan Abolisi untuk Tom Lembong: Pemerintahan Digugat Moral Politik Antikorupsi

Sabtu, 02 Agustus 2025 | Sabtu, Agustus 02, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-01T19:49:13Z


CNEWS – Jakarta | Gelombang protes mengguncang Istana pasca-terbitnya dua Keputusan Presiden (Keppres) kontroversial yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto: amnesti untuk Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong. Keduanya terseret dalam kasus korupsi besar yang mencoreng wajah hukum nasional, dan kini resmi dibebaskan dari jerat pidana melalui mekanisme pengampunan negara.


Langkah ini dinilai banyak pihak sebagai bentuk konkret kemunduran demokrasi hukum, sekaligus penghianatan terhadap agenda reformasi dan komitmen pemberantasan korupsi yang selama ini dijanjikan.


KPK Setop Proses Hukum: Hasto Diampuni Negara Saat Harun Masiku Masih Buron.


Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengonfirmasi bahwa lembaganya menghentikan seluruh proses hukum terhadap Hasto Kristiyanto, usai menerima Keppres amnesti dari Kementerian Hukum dan HAM.


Keputusan itu berlaku hanya dua hari setelah DPR menyetujui permintaan amnesti dalam Surat Presiden Nomor R42/PRES/07/2025. Padahal, Hasto telah divonis bersalah menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp400 juta demi meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR lewat skema pergantian antarwaktu (PAW). Ia dijatuhi hukuman 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp250 juta oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.


Namun, di tengah pengampunan tersebut, publik dikejutkan oleh ironi: Harun Masiku, buronan utama kasus suap tersebut, masih belum ditemukan hingga kini.


Akademisi hingga Eks KPK: Negara Gagal Total Jaga Marwah Hukum


Feri Amsari, dosen hukum tata negara Universitas Andalas, menyebut amnesti terhadap Hasto sebagai bentuk “drama politik yang mempermainkan hukum”.


“Kalau mau diampuni, kenapa harus diadili dulu? Polisi, jaksa, dan KPK ada di bawah presiden—ini panggung sandiwara yang menyakiti akal sehat publik,” ujarnya.

 

Sementara itu, Herdiansyah Hamzah (Castro) dari Universitas Mulawarman menegaskan bahwa pemberian amnesti dan abolisi dalam konteks korupsi merupakan “penyelewengan total terhadap konstitusi”.


“Amnesti itu warisan demokrasi pasca-Orde Baru untuk tahanan politik. Menggunakannya pada koruptor adalah pemerkosaan konstitusi dan pelecehan terhadap cita hukum,” ujar Castro.

 

Novel Baswedan: Ini Pengkhianatan Terhadap Negara


Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, tidak menutupi kemarahan dan kekecewaannya.


“Korupsi adalah kejahatan luar biasa. Tapi di tangan kekuasaan politik, kini hukum bisa dinegosiasikan. Ini pengkhianatan terhadap rakyat dan negara.”

 

Ia juga menuding pemerintah inkonsisten: “Alih-alih memburu Harun Masiku, negara malah menyelamatkan orang-orang yang bisa mengungkap ke mana sang buronan pergi.”


IM57+ Institute: Kudeta terhadap Keadilan, Negara Dikuasai Politik


Organisasi antikorupsi IM57+ Institute, yang beranggotakan para eks pegawai KPK, menyebut amnesti dan abolisi ini sebagai "kudeta terhadap keadilan".


“Bukan lagi penegakan hukum, ini adalah pengakalan hukum secara terang-terangan,” kata Ketua IM57+ Lakso Anindito.

 

Ia menegaskan bahwa jika tren ini dibiarkan, maka Indonesia telah resmi berpindah dari rule of law ke rule by law — dari hukum yang adil menjadi hukum yang tunduk pada kepentingan kekuasaan.


Transaksi Politik di Balik Pengampunan: Antara Banteng, Elit, dan Kekuasaan


Pengampunan kepada Hasto—tokoh sentral PDIP, dan Tom Lembong—mantan menteri yang dikenal dekat dengan jaringan ekonomi global, dinilai sebagai bentuk kompromi politik tingkat tinggi.


Sejumlah analis menyebutnya sebagai bagian dari konsolidasi elit kekuasaan pasca-Pemilu 2024, di mana stabilitas politik dijaga dengan cara merangkul semua faksi—termasuk mereka yang punya “utang masa lalu”.


“Amnesti dan abolisi ini adalah tiket masuk ke klub kekuasaan, bukan pemurnian hukum,” kata seorang pengamat politik senior yang enggan disebutkan namanya.

 

Respons Hasto: Pulang, Lapor ke Megawati


Keluar dari Rutan KPK pada Jumat malam (1/8) pukul 21.22 WIB, Hasto tampil mengenakan kaos merah bertuliskan "Soekarno Run", berbalut jas hitam dan menenteng tas selempang. Ia melambaikan tangan ke arah wartawan dan menyampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo atas amnesti yang diberikan.


“Saya akan pulang dulu ke rumah, lalu besok melapor ke Ibu Megawati di Bali,” ujar Hasto.

 

Megawati sendiri sedang berada di Nusa Dua, Bali, menghadiri Kongres PDIP, di mana ia kembali terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum.


Rakyat Dihadapkan pada Dilema: Diam atau Melawan?


Di tengah merosotnya integritas KPK, melemahnya DPR sebagai pengawas kekuasaan, dan menjamurnya kompromi politik terhadap korupsi, publik dihadapkan pada pertanyaan mendasar:


Apakah amnesti dan abolisi akan menjadi norma baru dalam penyelesaian kasus korupsi?

Apakah rakyat akan terus diam saat kejahatan diberi karpet merah oleh negara?

Atau, justru ini titik balik bangkitnya gerakan antikorupsi yang lahir dari amarah rakyat? ( Tim - Red) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update