Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Slot Machine
WIN: $
Credit: $400 Bet: $10

Iklan

Slot Machine
WIN: $
Credit: $400 Bet: $10

Pengakuan Eks Pejabat PTPN I Bongkar Dugaan Rekayasa HGU, Aktivis Agraria Desak Majelis Hakim Teliti Fakta Lapangan

Rabu, 23 Juli 2025 | Rabu, Juli 23, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-23T08:32:01Z


CNEWS, Deli Serdang — Sengketa lahan antara 49 warga Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, dengan PT Perkebunan Nusantara I Regional 1 (dahulu PTPN II) memasuki fase krusial di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Dalam sidang terbaru, Senin (22/7/2025), salah satu penggugat, Bernard S, mengungkap pengakuan mengejutkan dari mantan Manajer PTPN II yang menyatakan bahwa objek tanah seluas ±14 hektare tersebut tidak termasuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan.


“Beliau secara langsung menyampaikan kepada saya bahwa tanah itu memang tidak pernah masuk dalam HGU PTPN II. Maka sangat aneh dan patut dipertanyakan jika sekarang tiba-tiba diklaim sebagai aset negara lewat BUMN,” ujar Bernard saat diwawancarai usai persidangan.

 

Pernyataan itu memperkuat keyakinan warga bahwa hak mereka atas lahan yang telah ditempati dan dikelola sejak awal 2000-an telah dirampas secara sepihak. Bahkan sejak tahun 2002, warga sudah membangun rumah permanen dan menanam berbagai jenis tanaman produktif tanpa pernah diganggu pihak perusahaan.


5 Kejanggalan Fatal dalam Klaim HGU PTPN I


Dalam keterangannya, Bernard membeberkan sejumlah fakta dan kejanggalan yang dinilai mencerminkan lemahnya dasar klaim PTPN I:


  1. Tidak Ada Patok HGU: Hingga kini, tidak ditemukan batas fisik atau patok HGU di area tanah sengketa—padahal syarat mutlak legalitas HGU mengharuskan adanya batas fisik yang jelas dan terdokumentasi.
  2. Peta Bidang Tidak Sinkron: Objek perkara tidak pernah tercantum dalam peta bidang HGU Nomor 90 yang diklaim PTPN I.
  3. Lingkungan Sekitar Sudah Bersertifikat SHM: Lokasi tanah bersengketa dikelilingi permukiman warga bersertifikat SHM dan bahkan terdapat sebuah pabrik spring bed yang berdiri tepat di perbatasan objek sengketa.
  4. Kesalahan Lokasi dalam Somasi: Dalam dua surat somasi PTPN tertanggal 12 dan 18 Januari 2018, lokasi perkara disebut di Pasar IX, padahal faktanya berada di Pasar VII. Kesalahan fatal ini menimbulkan pertanyaan soal validitas dokumen internal perusahaan.
  5. Bangunan Kantor PTPN I Sendiri Tidak Sesuai Narasi Klaim: Kantor distrik perusahaan yang berbatasan langsung dengan lahan justru dibangun secara permanen tanpa pagar yang memisahkan aset negara dari tanah masyarakat—menunjukkan lemahnya penguasaan fisik perusahaan di lapangan.


Ironi: Rumah Warga Dibiarkan, Tanaman Dirusak Sepihak


Bernard menyoroti inkonsistensi tindakan perusahaan. Pada Maret 2018, PTPN I secara tiba-tiba datang membawa alat berat dan meratakan tanaman jagung milik warga tanpa pemberitahuan resmi maupun putusan hukum. Namun, rumah-rumah warga yang telah berdiri lebih dari satu dekade tidak disentuh.


“Jika memang itu HGU sah, kenapa dibiarkan puluhan tahun tanpa pagar, tanpa pengelolaan, bahkan rumah-rumah kami tidak diusik? Ini membuktikan bahwa mereka pun tidak yakin dengan klaim mereka sendiri,” tegasnya.

 

Selain itu, penjualan tanah oleh warga secara terbuka melalui iklan di media lokal sejak awal 2000-an, serta akta jual beli yang dikeluarkan secara sah oleh Notaris Puji Wahyuni, semakin memperkuat legitimasi penguasaan masyarakat atas lahan tersebut.


Aktivis Agraria dan Kuasa Hukum: Uji Bukti, Bukan Sekadar Narasi


Tim kuasa hukum penggugat meminta majelis hakim untuk secara serius memeriksa fakta-fakta lapangan dan tidak hanya mengandalkan dokumen HGU yang dinilai cacat secara administratif dan faktual.


“Kami tidak sedang menantang negara, tapi memperjuangkan keadilan agraria yang nyata. Jika pengakuan eks pejabat PTPN pun diabaikan, lalu kepada siapa lagi rakyat bisa berharap?” ujar kuasa hukum dalam konferensi pers sebelumnya.

 

Desakan juga datang dari kalangan aktivis agraria Sumatera Utara. Mereka menilai perkara ini bisa menjadi preseden penting dalam penegakan keadilan agraria dan perlawanan terhadap dugaan manipulasi administrasi oleh BUMN di sektor perkebunan

.

Menanti Vonis yang Mencerminkan Keadilan Rakyat


Perkara ini menjadi atensi publik karena menyangkut konflik struktural antara rakyat kecil dan korporasi negara. Banyak pihak menantikan momen sidang kesimpulan sebagai penentu arah perjuangan agraria di Sumut.


“Keadilan itu bukan sekadar narasi di ruang sidang. Keadilan adalah ketika rakyat kecil yang mempertahankan haknya selama puluhan tahun dipulihkan dan diakui negara,” tutup kuasa hukum.

( Tim Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update